KONFLIK KPK VS POLRI JANUARI 2015
Sepertinya suasana batin para pimpinan KPK dirundung rasa
khawatir jadi target serangan. Untuk menumbuhkan keberanian, mereka ingin
diberi hak imunitas alias kekebalan hukum. Sehingga, pimpinan KPK tak bisa
dihukum. Usulan ini menuai reaksi. Banyak yang menolak. Kalau kebal muka sih,
boleh. Tapi kebal hukum tidak boleh. Sebab, semua warga negara harus
diperlakukan sama di hadapan hukum.
Adnan Pandu Praja menyatakan, KPK mengusulkan hak imunitas kepada presiden.
Sudah diajukan, dan memohon dibuatkan Perppu. "Kalau ingin persoalan cepat
selesai, SP3 (kasus) BW. Lalu keluarkan Perppu Imunitas," katanya,
kemarin.
Pakar hukum Universitas Indonesia UIGanjar Laksmana tidak setuju. Pimpinan KPK
sudah "diplonco" dan dikuliti rekam jejaknya oleh masyarakat dan DPR,
jadi tidak diperlukan lagi hak imunitas. Kalau tak mau kena persoalan hukum,
pimpinan KPK harus hati-hati dalam bersikap dan melangkah.
Dr Irman Putra Sidin dan Dr Margarito Kamis juga tidak setuju. Keduanya
berpendapat, pemberian hak itu sangat membahayakan.
"Bagaimana kalau suatu waktu KPK melakukan kesewenang-wenangan. Sangat
berbahaya," ujar Irman kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Margarito Kamis menyebut, pemberian hak imunitas adalah diskriminasi. Saat ini,
KPK sudah memiliki hak luar biasa. Sebab, dalam memberantas korupsi, KPK boleh
menyadap semua orang. Jika ditambah hak imunitas, kewenangan KPK bisa tidak
terbatas. "Kehidupan demokrasi bisa jadi totaliter. Bagaimana kalau KPK
digunakan pihak tertentu sebagai alat. Itu sangat bahaya," tandasnya.
Pakar hukum UI lainnya, Melli Darsa setuju pimpinan KPK diberi hak imunitas,
tapi hanya selama menjabat. Jika ada kasus sebelum jadi pimpinan KPK, Melli
Darsa berpendapat, tetap harus diproses hukum.
Pakar hukum Universitas Trisaksi Dr Yenti Garnasih, usulan hak imunitas lahir
sejak ada pertemuan KPK-KPK dunia di Jakarta tahun 2012 dengan tema Jakarta Statement
on Priciples for Anti-Corruption Agencies. Dia setuju hak ini diberikan ke
KPK, agar bisa kerja lebih tenang.
"Itu adalah rekomendasi KPK dunia. Di beberapa negara sudah diberikan. Pak
Jokowi harus memperhatikan. Kalau tidak, kita ditertawai orang," ucap
Yenti kepada Rakyat Merdeka, kemarin. Tidak perlu khawatir dengan hak
imunitas ini. Sebab, hanya diberikan saat menjabat. Setelah lengser, hak itu
otomatis hilang. Namun, hak ini tidak berlaku untuk kasus yang ditengarai
terjadi saat pimpinan KPK menjabat. "Dia justru harus langsung ditangkap
dan dihukum lebih berat," jelas Yenti.
Prof Jimly Asshiddiqie juga setuju. Namun, harus melalui undang-undang, bukan
Perppu. "Ini hal prinsip," ucapnya kepada Rakyat Merdeka,
kemarin. Dan aturannya dibuat tidak buru-buru. Harus dipikirkan matang dan
dipertimbangkan dari berbagai segi. Hak imunitas baiknya diberikan kepada
pimpinan KPK mendatang. Bukanyang sekarang. Sebab, peraturan undang-undang
tidak bisa berlaku surut.
Pengamat hukum dari Universitas Udayana Bali, Jamaluddin Karim mengatakan,
lebih baik Presiden mengeluarkan Perppu tentang pengisian jabatan pimpinan KPK
yang kosong. Sebab, setelah Bambang Widjojanto jadi tersangka, sesuai UU KPK
harus mundur. Apalagi, kalau kasus Adnan Pandu di Bareskrim juga diproses.
Maka, akan ada kekosongan kursi pimpinan.
"Kalau kursi komisioner yang lowong itu tidak diisi, KPK bisa lumpuh.
Karenanya, presiden terbitkan Perppu untuk mengisi komisioner KPK yang
kosong," kata Jamaluddin Karim. Jika di persidangan, hasilnya pimpinan KPK
yang berkasus itu tidak bersalah, maka posisinya dikembalikan.
DPR bereaksi keras menanggapi KPK yang minta hak imunitas. Ketua komisi III Aziz
Syamsuddin menolak keras. "Hak itu tidak bisa diberikan sembarangan. Nanti
latah. Presiden minta, menteri minta," kata Azis, kemarin.
Dia mengingatkan, semua tindakan pimpinan lembaga ada mekanisme dan aturan
mainnya. Kalau BW, sapaan Bambang Widjojanto merasa penetapan status
tersangkanya tak sesuai, silakan ajukan praperadilan.
Politisi PDIP Hendrawan Supratikno mengusulkan, Presiden segera kirim surat ke
DPR agar pengganti Busyro Muqoddas di KPK segera ditetapkan. Kedua, Presiden
mengeluarkan Perppu untuk mengisi Komisioner KPK yang lowong.
Dan ketiga, menghidupkan Forum Previligiatum yakni menyerahkan perkara-perkara
yang menyangkut pejabat negara kepada MA supaya tidak terjadi saling sandera
antarlembaga penegak hukum. Dia tak setuju dikeluarkan Perppu imunitas.
"Nanti melahirkan malaikat-malaikat semu," kata Hendrawan. ***
Indonesia
harus memiliki kepastian hukum, kepastian prosedur dan kepemimpinan yang tegas
agar dunia tahu bahwa ada hukum dan ketertiban di negeri ini.
Demikian dikatakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Tifatul Sembiring, dalam kicauan di twitternya @tifsembiring beberapa saat
lalu.
"Negara ini harus ada kepastian hukum, prosedur jelas dan pemimpin tegas.
Agar dunia tahu bahwa di republik ini ada hukum dan ketertiban," tulisnya.
Kuat dugaan pernyataan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika di era
Presiden SBY ini terkait dengan kisruh antara Polri dan KPK. Karena setelah itu
Tifatul menyatakan harus ada penjelasan pihak terkait atas pertanyaan publik
tentang dugaan politik balas dendam antar dua lembaga.
"Pertanyaan publik: Adakah hubungan kasus BG (Budi Gunawan) dengan
penangkapan BW (Bambang Widjojanto), adakah kaitan kasus BG dengan ungkapan
Hasto (Plt Sekjen DPP PDI Perjuangan). Pihak-pihak terkait harus
menjelaskannya," tambah Tifatul.
Seperti diketahui, penetapan BW sebagai tersangka kasus keterangan palsu di
persidangan sengketa Pilkada oleh Bareskrim Polri dilakukan hampir bersamaan
dengan penetapan tersangka calon Kapolri Budi Gunawan oleh KPK. Penangkapan BW
dilakukan Bareskrim setelah sehari sebelumnya Plt Sekjen PDIP, Hasto
Kristiyanto, menuding Ketua KPK Abraham Samad pernah melakukan lobi-lobi
politik untuk menjadi calon wakil presiden bagi Joko Widodo pada Pilpres 2014.
Menutup twitt-nya, mantan Presiden PKS ini menekankan bahwa gerakan
penyelamatan KPK harus didukung, tetapi tidak kalah penting adalah
menyelamatkan bangsa Indonesia dari korupsi.
"Saya sangat setuju dengan #SaveKPK, setuju pemberantasan korupsi
dilanjutkan. Dan perlu diingatkan yang lebih penting lagi #SAVEINDONESIA,"
tutup Tifatul.
Kembali, Wakil Ketua KPK dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Kali ini adalah Adnan Pandu Praja yang dilaporkan atas kasus penguasaan
perusahaan secara ilegal.
Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu dituding telah
menguasai sebagian saham PT Daisy Timber di Berau, Kalimantan Timur, dengan
cara-cara yang tidak sah. PT Daisy Timber disebut-sebut milik petinggi PDI
Perjuangan, Emir Moeis, yang sudah dipenjarakan KPK.
"Kasusnya tahun 2006, Adnan Pandu Praja merampok saham perusahaan,"
ungkap kuasa hukum PT Daisy Timber, Mukhlis Ramlan, di Bareskrim Mabes Polri,
Jakarta, Sabtu (24/1).
Namun begitu, Muklis belum mau membeberkan lebih dalam soal kasus ini. Ia lebih
dahulu meminta masukan kepada penyidik Bareskrim soal pasal apa yang pantas
dalam kasus tersebut.
"Nanti ya. Saya masuk dulu bicara dengan penyidik," ujarnya.
Mukhlis melaporkan kejahatan serta tindakan kriminal yang dilakukan oleh Adnan
Pandu Praja. Tuduhannya adalah atas perampokan perusahaan dan kepemilikan saham
secara illegal serta data-data kejahatan lainnya. [ald]
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Fuad Basya,
membenarkan bahwa TNI ikut mengamankan situasi di tengah ketegangan yang terjadi
antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun ia tegaskan bahwa TNI tidak khusus mengamankan KPK. TNI hanya menjalankan
amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak terjadi gesekan antar lembaga
negara.
"TNI bukan mengamankan KPK. Sesuai perintah Bapak Presiden, jangan sampai
terjadi gesekan di antara dua institusi. Kalau institusi yang berpotensi
gesekan adalah Polri dan KPK, maka TNI harus ada di tengah," terang
Kapuspen kepada Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu (Sabtu, 24/1).
Kapuspen menerangkan bahwa pengamanan di gedung KPK yang dilakukan TNI kemarin
adalah murni inisiatif Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko.
Panglima pun melakukan komunikasi dengan Kepala Polri dan KPK mengenai
perkembangan situasi.
Soal kabar adanya telepon dari Ketua KPK, Abraham Samad, yang meminta
pengamanan dari TNI, ia tak membantahnya. (baca: Amankan KPK, Samad Minta Bantuan TNI)
"Sebenarnya diminta atau tidak diminta pun Panglima sudah arif bertindak
supaya tidak ada gesekan. Ada kewajiban TNI menegakkan kedaulatan, keutuhan
wilayah dan keselamatan bangsa. Kalau Polri dan KPK bergesekan, yang jelek nama
negara kita," ujar Kapuspen.
Kapuspen menjelaskan, satuan TNI yang diturunkan ke sekitar Gedung KPK kawasan
Kuningan, Jakarta, adalah unit khusus intelijen Sandhi Yudha. Namun pengamanan
yang dilakukan tidak secara langsung.
"Tidak secara langsung, memantau saja. Sampai sekarang masih dilakukan.
Satuan intelijen Sandi Yudha. Kami juga tidak mau ada emosi dari dari anak-anak
kita, jadi ini yang kita lakukan," ungkapnya. [ald]
Polri menyayangkan pemberitaan media massa yang terlalu
condong memihak KPK dalam kasus penyidikan Bambang Widjojanto (BW) sebagai
tersangka kasus keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat.
Polri menekankan penyidikan yang dilakukannya bukan balas dendam menyusul
penetapan tersangka atas calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK.
"Seolah sudah menghakimi ada yang diinginkan Polri karena ada kasus yang
ditangani KPK. Kami tidak ingin kasus ini untuk bargaining (daya tawar). Kami
hanya ingin tunjukkan kinerja kami kepada masyarakat yang melaporkan sebuah
pelanggaran hukum," lontar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Ronny Franky
Sompie, dalam diskusi "Drama KPK-Polri" di Cikini, Jakarta, Sabtu
(24/1),.
Dia menerangkan lagi secara garis besar kasus yang menimpa BW. Wakil Ketua KPK
itu diduga terlibat dalam upaya mempengaruhi para saksi yang memberikan kesaksian
di sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010 di Mahkamah
Konstitusi.
Polisi mempunyai bukti-bukti menguatkan. Bukti menguatkan itu antara lain,
kesaksian yang sudah didokumentasikan. Para saksi yang memberi keterangan palsu
itu meminta maaf kepada yang dirugikan, dalam hal ini politisi PDIP Sugianto
Sabran yang adalah calon Bupati yang dimenangkan KPUD tetapi kemudian
dikalahkan MK.
"Itulah yang memperekuat penyidik melanjutkan laporan itu. Ini bukan upaya
rekayasa. Kalau waktunya bersamaan dengan kasus lain yang menyita perhatian
publik, apakah dilarang?" tegasnya.
Ronny Sompie meminta publik melihat bukti proporsionalitas dan akuntabilitas
kinerja Polri dalam persidangan di pengadilan.
"Media selalu menenpatkan Polri di pihak negatif dan membuat masyarakat
tak berdaya. Kenapa tidak kita buktikan saja di pengadilan?" tantangnya.
"Memperkuat KPK jangan memperlemah Polri. Kasus yang ditangani KPK pun
kasus-kasus yang lama," tambahnya. [ald]
Dugaan pelanggaran etika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Abraham Samad, seperti diutarakan Plt Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto
Kristiyanto, sebaiknya jangan dilupakan.
Pembentukan Komite Etik untuk memeriksa pelanggaran etika Samad harus
segera dibentuk guna menjaga kredibilitas lembaga anti korupsi itu.
"Harus segera dibentuk Komite Etik untuk memverifikasi pernyataan Politisi
PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Kalau dibiarkan mengambang, kredibilitas KPK
dipertaruhkan," ujar ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, di Jakarta,
Senin (26/1).
Kata Margarito, Komite Etik dapat ditugaskan untuk menyelidiki serangkaian
pertemuan yang dilakukan Abraham Samad dengan elite-elite politik di masa
jelang Pilpres 2014, agar semua terang benderang.
"Absolut harus dibentuk. Karena keberhasilan kinerja KPK ditentukan oleh
komisioner. Samad harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan
secara jernih kepada masyarakat. Rakyat ingin bukti bahwa KPK
hebat," tutur Margarito.
Kamis pekan lalu, Plt Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengungkap adanya
serangkaian pertemuan dengan Abraham Samad dalam rangka penjaringan bakal calon
Wakil Presiden untuk Joko Widodo (Jokowi) pada 2014 silam.
Kisah manuver Samad ini menjadi menarik karena disinyalir sebagai salah satu
latar belakang KPK menetapkan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai
tersangka gratifikasi. Menurut Hasto, Samad mencurigai Budi Gunawan sebagai
biang kerok dirinya gagal menjadi calon Wakil Presiden. [ald]
Pernyataan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno bahwa yang
mendukung KPK adalah 'rakyat tidak jelas' berbuntut panjang.
Politikus Nasdem itu dilaporkan Forum Warga Kota (FAKTA) ke Mabes Polri dengan
nomor LP/94/1/2015/BARESKRIM.
Ketua FAKTA, Azas Tigor Nainggolan, menegaskan, Tedjo telah menghina
masyarakat. Tedjo Edhy dijerat pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan.
"Meski Tedjo sudah mengklarifikasi, namun hal tersebut tidak diiringi kata
maaf. Sehingga perlu gugatan pidana," tegas Azas Tigor (Senin, 26/1).
Tigor mengatakan, pihaknya telah membawa alat bukti berupa pernyataan Tedjo di
berbagai media. Juga bukti foto Azas Tigor berada di Gedung KPK pada hari Jumat
(23/1) kemarin