Tanggal
31 Desember 2015 akan menjadi titik awal perwujudan ASEAN Economic Comunity
(AEC). Sejak hari itu, sepuluh anggota ASEAN akan bersaing satu sama lain dalam
hali integrasi ekonomi regional, untuk memperkuat diri dalam menghadapai era
globalisasi. Tentu, kemakmuran yang diharapkan merata bagi setiap anggota tidak
akan terjadi dengan mudah karena proses pencapaiannya melalui kompetisi yang
tinggi. Keunggulan atau daya saing yang akan menjadi ukuran dari kompetisi
dapat diwujudkan apabila negara mengelolah setiap sumber dayanya dengan
kapabilitas yang optimal. Indonesia sebagai salah satu negara anggota AEC
dengan sumber daya yang melimpah seharusnya memanfaatkan kesempatan untuk
menjadi the First and the Winner.
Optimisme pemerintah dari setiap pernyataan dan data yang disampaikan
seakan-akan memposisikan Indonesia sebagai salah satu negara yang tumbuh dan
berkembang pesat.
Dalam
sebuah studi World Economic Forum atau yang disingkat WEF yang bertempat di
Geneva, Swiss tahun 2004 lalu, menyebutkan daya saing bangsa Indonesia berada
pada urutan 69 dari 104 negara yang diteliti. Badan ini menilai dan melihat
kategori bangsa-bangsa dunia dengan mengacu pada aspek makro dan mikro yang
sedang berkembang dalam negara trersebut. Secara makro atau secara garis besar
melihat pada kekondusifan kondisi ekonomi negara itu, baik atau buruknya sebuah
kelembagaan publiknya dalam bertugas baik itu lembaga profit maupun non-profit,
serta kuat atau lemahnya kebudayaan pengembangan teknologi negra yang
bersangkutan. Sedangkan dari aktivitas mikronya, badan ini menilai dari aspek
seperti tinggi atau rendahnya keefisienan usaha pada tingkata operasionalisasi
perusahaan dan kuta lemahnya pengaruh iklim persaingan dalam usaha.
Daya
saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara/ekonomi, bukan
daya saing suatu produk. Tentu daya saing yang tinggi dari suatu negara akan
sangat membantu daya saing dari produk-produk yang ditawarkan negara tersebut.
namun demikian, daya saing suatu produk juga ditentukan oleh sejumlah faktor
baik internal seperti nilai tukar (walupun nilai tukar tidak sepenuhnya
internal), tingkat suku bunga yang mempengaruhi biaya produk/investasi,
produktivitas, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti struktur pasar global,
perekonomian global, dan lain-lain.
WEF
ini umumnya melakukan survei pengusaha/perusahaan dari segi skala usaha, baik
itu skala kecil, menengah, dan besar hampir di semua sektor kunci di Indonesia.
Surveinya ini disebut dengan opinion
survey, yang artinya opini dari
pengusaha/pemilik/manajer/direktur maupun CEO dari perusahaan mengenai pelbagai
aspek penting yang menentukan daya saing negara di lingkungan global.
Untuk tahun 2015 ini, negara kita
akan memasuki era ekonomi baru. Negara kita bersama sembilan negara anggota
ASEAN lainnya telah menyepakati akan diberlakukannya Komunitas Masyarakat ASEAN
yang akan diberlakukan akhir tahun 2015 ini. Komunitas ini memiliki tujuan
untuk menjalin hubungan kerja sama yang lebih intim antara sesama negara
anggota, memperkuat rasa persaudaraan beserta solidaritas di Asia Tenggara,
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di semua negara anggota, mengurangi
segala bentuk kesenjangan dan kemiskinan dan sebagainya. Masyarakat Komunitas
ASEAN ini diantaranya difokuskan pada bidang keamanan wilayah ASEAN, ekonomi
negara-negara ASEAN, dan pengembagan sosial budaya negara-negara ASEAN.
Kerja sama ekonomi ASEAN dimulai
dengan disahkannya Deklarasi Bangkok pada tahun 1967, yang bertujuan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembagan budaya. Dalam
perkembangannya, kerja sama ekonomi ASEAN mengarah kepada pembentukan Komunitas
Ekonomi ASEAN yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan
dengan kerja sama dibidang politik-keamanan dan sosial budaya.
Menurut situs Bank
Indonesia, tujuan dari implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah adanya
aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi
yang lebih jelas. Dalam penerpannya pada tahun 2015 ini, MEA akan menerapkan 12
sektor prioritas yang disebut free flow skilled
labour (arus bebas tenaga kerja terampil) untuk perwatan kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa logistik (logistic servis), E-ASEAN, jasa angkutan
udara (air travel transport), produksi
berbasis agro (agrobased products),
barang-barang elektronik (electronics), perikanan
(fisheries), produk berbasis karet ( rubber based products), tekstil dan
pakaian (textiles and apparels), otomotif
(automotif), dan produksi berbasis
kayu (wood based products).
MEA akan menjadikan ASEAN seperti sebuah negara besar.
Penduduk di kawasan ASEAN akan mempunyai kebebasan untuk berlalulintas masuk
dan ke luar ke suatu negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan berarti. Penduduk
mempunyai kebebasan dan kemudahan untuk memilih lokasi pekerjaan yang dianggap
memberi kepuasan bagi dirinya. Perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih
lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN.
Peluang
Indonesia untuk bersaing dalam MEA 2015 ini cukup bear. Hal ini didukung oleh:
Peringkat Indonesia
pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala ekonomi dengan 108 juta penduduk
sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh sehingga berpotensi sebagai
pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk),
Perbaikan peringkat
investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia,
Masuknya Indonesia
sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World
Investment Report.
Makin kuatnya
fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat ketika banyak negara yang
tumbang diterpa pelemahan perekonomian global, perekonomian Indonesia masih
dapat terjaga untuk tumbuh secara positif. Untuk mwejudkan peluang MEA 2015
ini, sudah saatnya kita berbenah dan melakukan tindakan-tindakan efektif dan
terarah yang didukung oleh berbagai pihak.
Dari 12 sektor
prioritas yang akan diimplementasikan pada MEA 2015 ini, kita harus dapat
menginventarisasi sektor-sektor potensial yang menjadi unggulan. Contohnya saja
Kepulauan Riau yang 95% wilayahnya terdiri atas laut, memiliki potensi yang
sangat besar untuk pengembangan sektor perikanan. Untuk menciptakan p-erikanan
menjadi sektor unggulan perlu didukung oleh beberapa hal, terutama peningkatan
kapasitas pelabuhan perikanan, pengembangan armada perikanan, pengembangan pola
kemitraan nelayan, pembangunan kawasan budidaya perikanan yang didukung oleh
industri pasca budidaya, bimbingan tenis bagi nelayan, serta pengawasan
penangkapan ilegal fishing.
Untuk peningkatan daya
saing dan antisipasi menghadapi MEA, peningkatan Sumber Daya Manusia yang
handal mutlak diperlukan. Sumber Daya Manusia ini harus dipersiapkan sebagai
insan yang berdaya saing regional bahkan global. Perlu juga dipersiapkan
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, (UMKM), dan juga penciptaan
wirausahawan baru untuk mendukung penguatan sektor potensial. Implementasi ASEAN-China
Free Trade Area (ACFTA) 2010 dapat menjadi pelajaran bagi kita, di mana ketika
penerapan ACFTA banyak pihak yang belum siap akibat lemahnya koordinasi dan
upaya perencanaan sebelum diberlakukannya ACFTA.
Dengan implementasi MEA
yang semakin dekat, sudah saatnya kita berbenah dan mengambil tindakan sedini
mungkin untuk menhgadapi persaingan yang akan semakin sengit. Kerja sama dan
prioritas kepentingan nasional harus dikedepankan oleh berbagai pihak untuk
mendukung terciptanya Indonesia menjadi negara yang mendapatkan keuntungan
terbesar dengan diterapkannya MEA 2015.
Dukungan untuk
menjadikan Indonesia mampu bersaing dalam MEA 2015 ini dan rangkaian program
dan kegiatan pembangunan yang dijalankan selama ini menjadi kurang bermakna
apanila pemerintah tidak memahami vicious
circle (lingkaran setan) yang menjadi kendala pembangunan nasional. Salah
satu kendala tersebut adalah kendala pembangunan infrastuktur.
Sampai sekarang ini,
pemerintah dapat dikatakan belum berhasil dalam pembangunan infrastruktur
seperti pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal yang terintegrasi
dan infrastruktur transportasi pada umumnya untuk keseluruhan wilayah
Indonesia. Kegagalan pembangunan infrastruktur tersebut berdampak pada high cos economy dan lemahnya daya saing
produk Indonesia di luar negeri. Artinya, MEA 2015 ini nanti Indonesia hanya
menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak mampu bersaing dengan negara ASEAN
lain dalam meraih investasi asing langsung karena lemahnya daya saing daerah
akibat terkendalanya pembangunan infrastruktur.
Untuk itu kita harus
mampu meningkatkan kepercayaan diri bahwa sebetulnya apabila kita memiliki
kekuatan untuk bisa bangkit dan terus menjaga kesinambungan stabilitas ekonomi
kita sejak awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang lalu terus
meningkat, angka kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam
bidang ekonomi lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal
tersebut banyak sekali yang bisa kita wujudkan terutama dengan merealisasikan ASEAN Economic Community nanti.
Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity di
mana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan Sumber
Daya Alam yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila kita
tidak bisa berbuat sesuatu dengan hal tersebut.
Melihat kondisi ekonomi
Indonesia yang stabil dan mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa
tahun belakangan ini, saya menyimpulkan bahwa mengenai kesiapan Indonesia dlam
menyongsong terealisasinya ASEAN Economic
Community bisa dikatakan siap, dapat dilihat dari keseriusan pemerintah
dalam menangani berbagai masalah pada bidangt ekonomi baik itu masalah dalam
negeri maupun luar negeri.
Selain itu, posisi
Indonesia sebagai Chair dalam ASEAN pada
tahun 2012, berdampak sangat baik untuk menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community. Dari dalam
negeri sendiri Indonesia berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi.
Kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah lalu mengurangi kesenjangan antara
pengusaha besar dan UKM dan peningkatan dalam beberapa sektor yang mungkin
masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing.
Berkaca pada salah satu
statement ASEAN Economic Community bahwa
“Masyarakat ASEAN 2015 adalah warga ASEAN yang cukup sandang, pangan, cukup
lapangan pekerjaan, pengangguran kecil tingkat kemiskinan berkurang melalui
upaya penanggulangan kemiskinan yang konkrit.” Pemerintah Indonesia sampai
dengan saat ini terus berusaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia itu
sendiri makmur dan berkecukupan sebelum memasuki ASEAN Economic Community kelak.
ASEAN
Economic Community (AEC) sebenarnya merupakan bentuk
integrasi ekonomi yang sangat potensial di kawasan maupun dunia. Barang, jasa,
modal, dan investasi akan bergerak bebas di kawasan ini. Integrasi ekonomi
regional memang suatu kecenderungan dan keharusan di era global saat ini. Hal
ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan
bagi semua negara. Skema ASEAN Economic
Community (AEC) 2015 tentang ketenagakerjaan misalnya, memberlakukan
liberalisasi tenaga kerja profesional papan atas, seperti dokter, insinyiur,
akuntan dan sebagainya. Celakanya tenaga kerja kasar yang merupakan kekuatan
Indonesia tidak termasuk dalam program liberalisasi ini. Justru tenaga kerja
informal yang selama ini merupakan sumber devisa non-migas yang cukup potensial
bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di era AEC 2015.
Pemerintah tidak bisa
menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin hanya menjadi sekedar
pelengkap di ASEAN Economic Community 2015.
Keberhasilan tersebut harus didukung oleh komponen-komponen lain di dalam
negeri. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan mengikuti gerak dan irama
kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah terbentuk ini. Peluang
yang segera terbuka ini kalu tidak dimanfaatkan, kita akan tertinggal karena,
karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir.
Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia yang
berkompetitif dan berkualitas global.
Untuk menghadapi
berlakunya AFTA 2015, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah
straegis diantaranya:
Peningkatan daya saing
ekonomi,
Peningkatan laju
ekspor,
Reformasi regulasi,
Pembangunan dan
perbaikan infrastruktur,
Reformasi iklim,
Reeformasi kelembagaan,
Pemberdayaan UMKM,
Pengembangan pusat UMKM
berbasis website teknologi dan informasi,
Penguatan ketahanan
ekonomi.
Pertarungan di kancah ASEAN Economic Community 2015 sangatlah
keras. Sirkulasi produk yang berada di kawasan ASEAN, menyebabkan Indonesia
harus bekerja ekstra menjadi pelaku perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan
perusahaan baik kategori besar maupun usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),
harus mampu berdaya saing di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu, kualitas produk dan
jasa harus dinomorsatukan agar bisa diterima di pasar ASEAN. Hal ini bukanlah
masalah yang sepele buat pemerintah dan pelaku industri. Menurut Laporan Thunan
dari World Trade Organisation (WTO), yang menyatakan bahwa berdasarkan
sumbangannya terhadap nilai totala ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini
tidak termasuk negara eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang
diperdagangkan secara internasional. Dalam perdagangan dunia, Indonesia bukan
penemu harga, melainkan price taker.
Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing dari
produk-poduk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupaih (devaluasi atau revaluasi).
Perlu adanya langkah
cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada para pelaku industri, seperti beban pajak yang tidak memberatkan, proses
pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak “meja” (aturan berbelit),
meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan usaha. Masalah tersebut
dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat Indonesiaagar ikut andil
dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing tinggi dan meningkatkan
laju ekspor. Dalam bidang jasa, peran pemerintah sangat penting seperti program
peningkatan kemampuan berbahasa asing agar tenaga kerja di Indonesia mampu
bersaing dengan tenaga kerja lokal di luar negeri.
Pengurusan sertifikasi
pun jangan sampai memakan waktu lama (bebelit-belit). Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang bekerja di luar negeri harus memaksimalkan kemampuannya dengan
mengikuti berbagai seminar atau pelatihan keterampilan agar wawasan semaikn
luas. Kita tidakingin tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri menyandang
stigma negatif, dalam arti tidak mempunyai keahlian dan kecakapan dalam
menghadapi arus globalisasi. Saat ini, kemampuan tenaga kerja kita yang bekerja
di luar negeri masih di bawah Philipina. Sebagai contoh, kasus di Singapura
yang memberikan gambaran bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Philipina yang
bekerja di sektor informal lebihdihargai dibandingkan dengan TKW dari
Indonesia. Penyebabnya adalah masalah kemampuan berbahasa Inggris para TKW yang
kurang mahir. Perlu adanya kerja sama Pemerintah dan stakeholders lainnya
secara konsisten dan berkesinambungan dalam mengatasi kualitas poduk kita agar
bisa bersaing di kawasan ASEAN.
Kontribusi Pemerintah
untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berkualitas di pasaran ASEAN
sangatlah menentukan. Dalam perindustrian, masalah ketersediaan modal yang cukup
bagi para pelaku usaha, teknologi informasi yang memadai, dantenaga kerja yang
terampil di bidangnya serta diimbangi keahlian pengusaha, organisasi dan
manajemen perusahaan, pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan
memberikan andil yang besar dalam mencetak produk dalam negeri bermutu tinggi
di pasaran ASEAN. Di sinilah kerja sama pemerintah danpengusaha sangat
dibutuhkan untuk menciptakan hasil produksi perusuhaan yang bermutu.
Pemerintah hendaknya
membantu menciptakan hubungan industrial yang kondusif. Terpenting adalah
peranan untuk menekan biaya produksi dalam perusahaan, agar produk yang
berkualitas kan tetap terjaga. Bahan baku murah dan mudah didapat, pajak yang
tidak memberatkan pelaku usaha, dan peraturan perundang-undangan yang melindungi
dunia usaha akan meningkatkan ekspor secara berkesinambungan. Perlu dipahami
bahwa kapasitas daya saing pelaku usaha kita, seperti Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) masih berada di urutan terbawah dibandingkan dengan
negara-negara lain di ASEAN. Apalagi, jika dibandingkan dengan negara-negara
yang tergabung dalam APEC. Perlu kerja ekstra dari berbagai kalangan dalam
merespon hal tersebut.
Pemerintah pusat dan
daerah hendaknya bersinergi secara harmonis dalam membuat berbagai kebijakan,
agar pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana
transportasi lainnya bisa dilakukan secepatnya. Bahkan pembangunan sarana
transportasi ini mampu menjangkau sampai ke pedesaan, di mana terdapat UMKM
atau home industry yang menciptakan ekonomi
kreatif agar bisa membantu negara dalam meningkatkan laju ekspor. Akses
infrastruktur benar-benar merupakan faktor penentu dalam memperlancar sirkulasi
produk yang mempunyai daya saing tinggi. Apalagi, ketersediaan infrastruktur
mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sudah saatnya kita mempersiapkan
diri untuk menghadapai ASEAN Economic
Community 2015 ini.
KESIMPULAN
Sebagai bangsa yang besar, kita harus memiliki visi yang
besar, khususnya dalam menyongsong seratus tahun Kemerdekaan Indonesia, yaitu
Visi Indonesia 2045. Visi Indonesia tersebut adalah “Mewujudkan Negara Kesejahteraan, yaitu Indonesia yang Bersatu, Maju,
Adil, dan Sejahtera.” Guna mewujudkan visi tersebut, diperlukan upaya
nyata-nyata, untuk:
Membangun masyarakat
dan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, dan berkepribadian
tinggi berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Mengembangkan
masyarakat Indonesia yang berketahanan nasional, berbudaya demokrasi,
menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme, memiliki wawasan kebangsaan,
dan semangat kesetiakawanan sosial.
Membangun sistem
politik nasional yang mencerdaskan, demokratis, stabil, efektif, didukung oleh
birokrasi yang profesional, serta peningkatan kesadaran, ketaatan dan penegakan
huku, serta pengingkatan kemajuan, perlindungan danpenghormatan hak-hak asasi
manusia.
Membangusn sistem dan
birokrasi penyelenggaraan negara, penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan
berdasarkan prinsip good gorvernance, profesional, efisiensi, transparan, dan
akuntabel, dengan harus melanjutkan reformasi birokrasi dan meningkatkan
pemberntasan korupsi.
Membangun perekonomian
nasional yang kokoh, tangguh, dan berbasis ilmu pengetahuan dan pembangunan
inovasi, berdasarkan asas kekeluargaan dengan prisnsip kemandirian, efisiensi
berkeadilan, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan dengan prioritas
pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, industri, pertanian,
kelautan, infrastruktur dan konektivitas, serta UMKM dan koperasi.
Membangun Indonesia
dari desa, dengan secara berlipatganda, pembangunan di pedesaan dalam segala
aspek dan bidang kehidupan terutama pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan
UMKMK.
Mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas yang didukung oleh pemerataan pembangunan antar-daerah
dan antar-wilayah, serta pemertaan pendapatan dan hasil pembangunan di antara
masyarakat.
Mengembangkan industri
nasional yang berdaya saing tinggi yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pembangunan inovasi, terutama industri logam dasar dan
permesinan, indusstri kimia, industri yang memanfaatkan bio-teknologi, industri
pangan, industri transportasi, industri telekomunikasi, industri kelautan,
industri energi (termasuk energi terbarukan), dan industri berbasisi sumber
daya alam dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.
salam..!!!!