Our social:

Latest Post

Selasa, 19 Mei 2015

PERAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Indonesia sebagai bangsa, telah mengalami zaman nasional pada masa kebesaran Majapahit dan Sriwijaya. Kedua kerajaan tersebut, terutama Majapahit memainkan peranan sebagai negara nasional yang wilayahnya meliputi hampir seluruh Nusantara. Kebesaran ini membawa pikiran dan angan-angan bangsa Indonesia untuk senantiasa dapat menikmati kebesaran itu. Hal ini dapat menggugah perasaan nasionalisme golongan terpelajar pada dekade awal abad XX. Perasaan akan timbulnya nasionalisme bangsa Indonesia telah tumbuh sejak lama, bukan secara tiba-tiba. Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Nasionalisme yang bersifat 
menyeluruh dan meliputi semua wilayah Nusantara baru muncul sekitar awal abad XX.
Seratus tahun telah kita lalui sejak ditetapkannya tangal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Nilai-nilai Kebangkitan Nasional yang diperjuangkan para pendahulu kita telah menjadi perekat jalinan persatuan dan kesatuan diantara kekuatan dan komponen bangsa. Ia telah memberi semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan, mengejar ketertinggalan dan membebaskan diri dari keterbelakangan. Nilai-nilai tersebut menjadi dasar perjuangan para pemuda yang kemudian pada tanggal 20 Mei 1908 terorganisasi dalam wadah pergerakan yang bernama Boedi Oetomo. 
Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Dari sinilah kemudian semangat nilai-nilai persatuan dan kesatuan ini semakin mengkristal dan menjadi kekuatan moral bangsa sebagaimana tertuang dalam ikrar Soempah Pemoeda, pada tanggal 28 Oktober 1928. Perjuangan panjang yang ditempuh oleh bangsa Indonesia tersebut, akhirnya kita capai dengan memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai bangsa yang Merdeka dari penjajahan. 
Bangsa Indonesia telah bersepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan panjang tersebut harus tetap dipertahankan, dipelihara dan dijaga. Dalam kurun waktu 69 tahun perjalanannya, berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan masih saja terjadi. Aneka persoalan kemunduran sosial seringkali ditandai dengan kebangkrutan politik dalam hidup bersama. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) terjadi di mana-mana. Soal-soal yang menyangkut kebebasan beragama dan kebebasan berkembang dalam budayanya juga menjadi perkara yang dominan pada periode sekarang ini. Kemiskinan merajalela dan memakan jutaan korban rakyat kecil. Ketidakadilan, penindasan, penghisapan, penggarapan, penyingkiran umat manusia dari peran social menjadi berita yang tidak asing lagi dari berbagai media di tengah era globalisasi dan free trade ini. 
Hingga saat ini, fenomena sosial politik di berbagai belahan dunia terlebih khususnya di Indonesia sepertinya sulit untuyk memungkiri peran dan kontribusi dari sebuah kelompok elit muda terdidik yang bernama “Mahasiswa” ini dalam setiap gerak perubahan fase sejarah yang mengiringinya, entah itu mulai dari proyek pertarungan ideologi, pembenahan struktur sosial, sampai pada resistensi politik yang dibungkus dalam gerakan moral sosial untuk menggulingkan rezim kekuasaan.Di dalam setiap fase dialektika sejarah tersebut, boleh dikata peran mahasiswa dapat dianalogikan sebagai sebuah”mesin politik” kondisional yang mampu menciptakan sebuah perubahan-perubahan sosial politik dalam masyarakat. Fakta sejarah telah membuktikan, bahwa di berbagai negara mulai dari Amerika, Eropa sampai negara-negara belahan dunia ketiga seperti di Indonesia kerap kali menggambarkan bahwa perubahan sosial senantiasa selalu dimotori oleh sebuah pergerakan dari kaum intelektual dan pemuda. Sebagai sentral kekuatan perubahan dan pembaharuan inilah, maka mahasiswa selalu dijuluki sebagai agen sosial perubahan (agent social of change). 
Dari proses fase sejarah tersebut, secara substansi sebenarnya dapat ditarik sebuah benang merah bahwasanya kesadaran akan beban sejarah telah membuat para mahasiswa untuk tampil menjadi garda terdepan untuk mengawal masyarakat dalam menghadapi setiap kondisi sosial yang anomali. Harapan akan panggilan sejarah tersebut, di satu sisi mungkin dapat dipandang sebagai sebuah tuntutan kesadaran moral dan tanggung jawab sosial mahasiswa sebagai kaum terdidik yang harus senantiasa siap mengikuti panggilan sejarah untuk menciptakan perubahan-perubahan fundamental dalam perikehidupan masyarakat. 
Sebab, bagaimanapun, mahasiswa yang pada hakikatnya adalah golongan kaum muda yang secara sosiologis dan politis masih “bersih” atau “netral” sebenarnya harus dapat menjadi sebuah triger (pemicu) untuk melahirkan momentum sejarah. Oleh karena itu, mahasiswa harus dapat memelihara idealisme dan totalitas kesadaran politiknya untuk BERJUANG DENGAN TERLIBAT DAN BERPIHAK PADA KAUM TERTINDAS lewat kekuatan masif yang teroganisir agar dapat mengontrol segala kebijakan pemerintah yang kelak akan menentukan nasib rakyat banyak.Oleh karena itu, mahasiswa sudah seharusnya merubah pola pikirnya untuk tidak hanya dicap sebagai konsumen dari industri pendidikan yang kelak setelah lulus hanya menjadi “barang” yang bisa seenaknya dipermainkan oleh permintaan pasar. Sebab, kampus bukanlah sebuah pabrik dari angkatan kerja yang menghasilkan tenaga “robot” bagi kaum pemodal. Melainkan, institusi pendidikan formal yang seharusnya mampu menempa para kaum terdidiknya untuk berpikir progresif, kreatif, berani untuk mandiri dalam menciptakan gagasan dan inovatif dalam menerapkan pengetahuannya agar berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara 
Menilik situasi dan kondisi saat ini, mungkin kita harus jujur, bahwa situasi kemahasiswaan saat ini secara umum sangat kurang dinamis, cenderung jalan di tempat, bahkan mundur (apatis). Terkadang situasi mahasiswa memang menunjukkan situasinya yang ideal yaitu penuh gairah dalam turut serta aktivitas akademis sekaligus aktivitas ekstra-universiter. Namun terkadang keseimbangan peran mahasiswa tersebut sangat pincang. Sedangkan kondisi mahasiswa saat ini, belum lagi dapat menunjukkan dirinya sebagai mahasiswa yang sesungguhnya, karena mahasiswa saat ini sudah terkondisikan sedemikian mungkin sehingga merasa tak perlu lagi memikirkan masalah-masalah di luar perkuliahan secara lebih serius.

Reformasi tahun 1998 yang berhadiahkan demokrasi seakan meninahbobohkan dan menyurutkan semangat juang mahasiswa dalam mengontrol, mengkritisi Pemerintah yang sedang berkuasa. kecendrungan ini lebih terlihat ketika ruang dialektika berpindah ke karaokean, tempat-tempat hiburan dll. Dampak dari era globalisasipun telah masuk dan merasuk diri, pikiran dan mental mahasiswa, yang menjadikan mahasiswa bermental instant, konsumtif, hedonis dan “SUKA-SUKA GUE (apatis)/UP TO YOU. Pada akhirnya terciptalah mahasiswa yang “bodoh amat” dan “mati rasa”. Lalu bagaimana menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi akan berlaku? 
Permasalahan mendasar saat ini adalah bagaimana sisi dan bentuk gerakan mahasiswa Indonesia Kini, sehingga "Balance of Power" untuk mewujudkan  demokrasi Pancasila, Indonesia yang kita cita-citakan, bersih dari penyakit-penyakit kronis dapat dimainkan?? Selain itu bagaimana peran mahasiswa dan perguruan tinggi dalam memberikan dukungan moral bagi usaha perubahan sosial?? Secara situasional, perjuangan mahasiswa mengalami kesulitan untuk mencari keseimbangan antara studi, partisipasi dalam pembinaan kelembagaan kemahasiswaan dan peran sosial sejalan dengan Tridharma Perguruan Tinggi yang sejak dahulu dikumandangkan oleh mahasiswa. Terutama sekali menyangkut pengembangan/pengayaan kepribadian, pembentukan karakter mahasiswa itu sendiri.

PMKRI yang juga adalah organisasi kemasyarakatan kepemudaan/kemahasiswaan yang secara kritis, rasional, obyiektif dan terus-menerus meperjuangkan pembaharuan, perubahan serta pembangunan moral dan spiritualitas yang berdampak sosial bagi kehidupan menggereja, bermasyarakat dan berbangsa. Peran anggota dan pengurus adalah menjadi "garam dan terang" Katolik atau PMKRI. Peran tersebut dicerminkan dalam segala aspek-aspek pembanguna dewasa ini. Peran PMKRI sudah tentu juga mencerminkan peran umat Katolik pada umumnya. 
Oleh karena itu, peran dan keterlibatan aktif dalam kader PMKRI dengan berlandaskan Tiga Benang Merah menjadi menjadi bagian dari tuntutan tugas panggilan dan perutusan untuk:·         Menjadi garam dan terang dunia; kader PMKRI harus melibatkan secara aktif dalam kegiatan extrauniversiter  untuk memampukan pemerintah, berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas secara terus menerus dengan menggunakan populy intellectuality demi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati.
Menjadi agen perubahan yang berpegang pada kebenaran dan cinta kasih; kader PMKRI, harus berani mengatakan tidak atas semua tawaran, bujukan atau strategi yang memasukkan diri dalam Korupsi, Kolusi Nepotisme dan terus-menerus berjuang menegakkan hukum secara konsisten dan konsekuen. 
·Menjadi pelopor yang tahu hak dan mau melakukan kewajiban; kader PMKRI dipanggil untuk menyatakan kehendak Allah dan memulikan nama-Nya dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang kemasyarakatan. Karena itu, setiap kader PMKRI mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang lebih berat dari pada orang lain dalam perkara politik. Yang terutama adalah melakukan semuanya demi kemuliaan nama Allah

Dengan memperhatikan perkembangan dan kecenderungan fenomena bangsa tersebut, maka semangat dan jiwa Kebangkitan Nasional menjadi penting untuk terus tetap digelorakan dalam setiap individu warga negara Indonesia terlebih khusus bagi segenap kader PMKRI, agar tetap waspada dalam rangka menjaga keutuhan kita sebagai sebuah bangsa yang besar dalam bingkai NKRI untuk menjawab tantangan-tantangan di era pasar bebas (ASEAN Economic Comunity) yang kompetitif dan menuntut kemampuan lebih dari sekedar gelar akademis.***

ASEAN ECONOMIC COMUNITY SEBAGAI INTEGRASI KEKUATAN EKONOMI GLOBAL



Tanggal 31 Desember 2015 akan menjadi titik awal perwujudan ASEAN Economic Comunity (AEC). Sejak hari itu, sepuluh anggota ASEAN akan bersaing satu sama lain dalam hali integrasi ekonomi regional, untuk memperkuat diri dalam menghadapai era globalisasi. Tentu, kemakmuran yang diharapkan merata bagi setiap anggota tidak akan terjadi dengan mudah karena proses pencapaiannya melalui kompetisi yang tinggi. Keunggulan atau daya saing yang akan menjadi ukuran dari kompetisi dapat diwujudkan apabila negara mengelolah setiap sumber dayanya dengan kapabilitas yang optimal. Indonesia sebagai salah satu negara anggota AEC dengan sumber daya yang melimpah seharusnya memanfaatkan kesempatan untuk menjadi the First and the Winner. Optimisme pemerintah dari setiap pernyataan dan data yang disampaikan seakan-akan memposisikan Indonesia sebagai salah satu negara yang tumbuh dan berkembang pesat.
Dalam sebuah studi World Economic Forum atau yang disingkat WEF yang bertempat di Geneva, Swiss tahun 2004 lalu, menyebutkan daya saing bangsa Indonesia berada pada urutan 69 dari 104 negara yang diteliti. Badan ini menilai dan melihat kategori bangsa-bangsa dunia dengan mengacu pada aspek makro dan mikro yang sedang berkembang dalam negara trersebut. Secara makro atau secara garis besar melihat pada kekondusifan kondisi ekonomi negara itu, baik atau buruknya sebuah kelembagaan publiknya dalam bertugas baik itu lembaga profit maupun non-profit, serta kuat atau lemahnya kebudayaan pengembangan teknologi negra yang bersangkutan. Sedangkan dari aktivitas mikronya, badan ini menilai dari aspek seperti tinggi atau rendahnya keefisienan usaha pada tingkata operasionalisasi perusahaan dan kuta lemahnya pengaruh iklim persaingan dalam usaha.
Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara/ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Tentu daya saing yang tinggi dari suatu negara akan sangat membantu daya saing dari produk-produk yang ditawarkan negara tersebut. namun demikian, daya saing suatu produk juga ditentukan oleh sejumlah faktor baik internal seperti nilai tukar (walupun nilai tukar tidak sepenuhnya internal), tingkat suku bunga yang mempengaruhi biaya produk/investasi, produktivitas, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti struktur pasar global, perekonomian global, dan lain-lain.
WEF ini umumnya melakukan survei pengusaha/perusahaan dari segi skala usaha, baik itu skala kecil, menengah, dan besar hampir di semua sektor kunci di Indonesia. Surveinya ini disebut dengan opinion survey,  yang artinya opini dari pengusaha/pemilik/manajer/direktur maupun CEO dari perusahaan mengenai pelbagai aspek penting yang menentukan daya saing negara di lingkungan global.
            Untuk tahun 2015 ini, negara kita akan memasuki era ekonomi baru. Negara kita bersama sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati akan diberlakukannya Komunitas Masyarakat ASEAN yang akan diberlakukan akhir tahun 2015 ini. Komunitas ini memiliki tujuan untuk menjalin hubungan kerja sama yang lebih intim antara sesama negara anggota, memperkuat rasa persaudaraan beserta solidaritas di Asia Tenggara, menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di semua negara anggota, mengurangi segala bentuk kesenjangan dan kemiskinan dan sebagainya. Masyarakat Komunitas ASEAN ini diantaranya difokuskan pada bidang keamanan wilayah ASEAN, ekonomi negara-negara ASEAN, dan pengembagan sosial budaya negara-negara ASEAN.

            Kerja sama ekonomi ASEAN dimulai dengan disahkannya Deklarasi Bangkok pada tahun 1967, yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembagan budaya. Dalam perkembangannya, kerja sama ekonomi ASEAN mengarah kepada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerja sama dibidang politik-keamanan dan sosial budaya.
Menurut situs Bank Indonesia, tujuan dari implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih jelas. Dalam penerpannya pada tahun 2015 ini, MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow skilled labour (arus bebas tenaga kerja terampil) untuk perwatan kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa logistik (logistic servis), E-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport), produksi berbasis agro (agrobased products), barang-barang elektronik (electronics), perikanan (fisheries), produk berbasis karet ( rubber based products), tekstil dan pakaian (textiles and apparels), otomotif (automotif), dan produksi berbasis kayu (wood based products).
            MEA akan menjadikan ASEAN seperti sebuah negara besar. Penduduk di kawasan ASEAN akan mempunyai kebebasan untuk berlalulintas masuk dan ke luar ke suatu negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan berarti. Penduduk mempunyai kebebasan dan kemudahan untuk memilih lokasi pekerjaan yang dianggap memberi kepuasan bagi dirinya. Perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN.
            Peluang Indonesia untuk bersaing dalam MEA 2015 ini cukup bear. Hal ini didukung oleh:
*      Peringkat Indonesia pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala ekonomi dengan 108 juta penduduk sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk),
*      Perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia,
*      Masuknya Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment Report.
Makin kuatnya fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat ketika banyak negara yang tumbang diterpa pelemahan perekonomian global, perekonomian Indonesia masih dapat terjaga untuk tumbuh secara positif. Untuk mwejudkan peluang MEA 2015 ini, sudah saatnya kita berbenah dan melakukan tindakan-tindakan efektif dan terarah yang didukung oleh berbagai pihak.
Dari 12 sektor prioritas yang akan diimplementasikan pada MEA 2015 ini, kita harus dapat menginventarisasi sektor-sektor potensial yang menjadi unggulan. Contohnya saja Kepulauan Riau yang 95% wilayahnya terdiri atas laut, memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan sektor perikanan. Untuk menciptakan p-erikanan menjadi sektor unggulan perlu didukung oleh beberapa hal, terutama peningkatan kapasitas pelabuhan perikanan, pengembangan armada perikanan, pengembangan pola kemitraan nelayan, pembangunan kawasan budidaya perikanan yang didukung oleh industri pasca budidaya, bimbingan tenis bagi nelayan, serta pengawasan penangkapan ilegal fishing.
Untuk peningkatan daya saing dan antisipasi menghadapi MEA, peningkatan Sumber Daya Manusia yang handal mutlak diperlukan. Sumber Daya Manusia ini harus dipersiapkan sebagai insan yang berdaya saing regional bahkan global. Perlu juga dipersiapkan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, (UMKM), dan juga penciptaan wirausahawan baru untuk mendukung penguatan sektor potensial. Implementasi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) 2010 dapat menjadi pelajaran bagi kita, di mana ketika penerapan ACFTA banyak pihak yang belum siap akibat lemahnya koordinasi dan upaya perencanaan sebelum diberlakukannya ACFTA.
Dengan implementasi MEA yang semakin dekat, sudah saatnya kita berbenah dan mengambil tindakan sedini mungkin untuk menhgadapi persaingan yang akan semakin sengit. Kerja sama dan prioritas kepentingan nasional harus dikedepankan oleh berbagai pihak untuk mendukung terciptanya Indonesia menjadi negara yang mendapatkan keuntungan terbesar dengan diterapkannya MEA 2015.
Dukungan untuk menjadikan Indonesia mampu bersaing dalam MEA 2015 ini dan rangkaian program dan kegiatan pembangunan yang dijalankan selama ini menjadi kurang bermakna apanila pemerintah tidak memahami vicious circle (lingkaran setan) yang menjadi kendala pembangunan nasional. Salah satu kendala tersebut adalah kendala pembangunan infrastuktur.
Sampai sekarang ini, pemerintah dapat dikatakan belum berhasil dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal yang terintegrasi dan infrastruktur transportasi pada umumnya untuk keseluruhan wilayah Indonesia. Kegagalan pembangunan infrastruktur tersebut berdampak pada high cos economy dan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri. Artinya, MEA 2015 ini nanti Indonesia hanya menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak mampu bersaing dengan negara ASEAN lain dalam meraih investasi asing langsung karena lemahnya daya saing daerah akibat terkendalanya pembangunan infrastruktur.
Untuk itu kita harus mampu meningkatkan kepercayaan diri bahwa sebetulnya apabila kita memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan terus menjaga kesinambungan stabilitas ekonomi kita sejak awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang lalu terus meningkat, angka kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam bidang ekonomi lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal tersebut banyak sekali yang bisa kita wujudkan terutama dengan merealisasikan ASEAN Economic Community nanti. Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity di mana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan Sumber Daya Alam yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila kita tidak bisa berbuat sesuatu dengan hal tersebut.
Melihat kondisi ekonomi Indonesia yang stabil dan mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini, saya menyimpulkan bahwa mengenai kesiapan Indonesia dlam menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community bisa dikatakan siap, dapat dilihat dari keseriusan pemerintah dalam menangani berbagai masalah pada bidangt ekonomi baik itu masalah dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu, posisi Indonesia sebagai Chair dalam ASEAN pada tahun 2012, berdampak sangat baik untuk menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community. Dari dalam negeri sendiri Indonesia berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah lalu mengurangi kesenjangan antara pengusaha besar dan UKM dan peningkatan dalam beberapa sektor yang mungkin masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing.
Berkaca pada salah satu statement ASEAN Economic Community bahwa “Masyarakat ASEAN 2015 adalah warga ASEAN yang cukup sandang, pangan, cukup lapangan pekerjaan, pengangguran kecil tingkat kemiskinan berkurang melalui upaya penanggulangan kemiskinan yang konkrit.” Pemerintah Indonesia sampai dengan saat ini terus berusaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia itu sendiri makmur dan berkecukupan sebelum memasuki ASEAN Economic Community kelak.
ASEAN Economic Community (AEC) sebenarnya merupakan bentuk integrasi ekonomi yang sangat potensial di kawasan maupun dunia. Barang, jasa, modal, dan investasi akan bergerak bebas di kawasan ini. Integrasi ekonomi regional memang suatu kecenderungan dan keharusan di era global saat ini. Hal ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan bagi semua negara. Skema ASEAN Economic Community (AEC) 2015 tentang ketenagakerjaan misalnya, memberlakukan liberalisasi tenaga kerja profesional papan atas, seperti dokter, insinyiur, akuntan dan sebagainya. Celakanya tenaga kerja kasar yang merupakan kekuatan Indonesia tidak termasuk dalam program liberalisasi ini. Justru tenaga kerja informal yang selama ini merupakan sumber devisa non-migas yang cukup potensial bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di era AEC 2015.
Pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin hanya menjadi sekedar pelengkap di ASEAN Economic Community 2015. Keberhasilan tersebut harus didukung oleh komponen-komponen lain di dalam negeri. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan mengikuti gerak dan irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah terbentuk ini. Peluang yang segera terbuka ini kalu tidak dimanfaatkan, kita akan tertinggal karena, karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berkompetitif dan berkualitas global.
Untuk menghadapi berlakunya AFTA 2015, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah straegis diantaranya:
*      Peningkatan daya saing ekonomi,
*      Peningkatan laju ekspor,
*      Reformasi regulasi,
*      Pembangunan dan perbaikan infrastruktur,
*      Reformasi iklim,
*      Reeformasi kelembagaan,
*      Pemberdayaan UMKM,
*      Pengembangan pusat UMKM berbasis website teknologi dan informasi,
*      Penguatan ketahanan ekonomi.
Pertarungan di kancah ASEAN Economic Community 2015 sangatlah keras. Sirkulasi produk yang berada di kawasan ASEAN, menyebabkan Indonesia harus bekerja ekstra menjadi pelaku perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar maupun usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), harus mampu berdaya saing di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu, kualitas produk dan jasa harus dinomorsatukan agar bisa diterima di pasar ASEAN. Hal ini bukanlah masalah yang sepele buat pemerintah dan pelaku industri. Menurut Laporan Thunan dari World Trade Organisation (WTO), yang menyatakan bahwa berdasarkan sumbangannya terhadap nilai totala ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional. Dalam perdagangan dunia, Indonesia bukan penemu harga, melainkan price taker. Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing dari produk-poduk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupaih (devaluasi atau revaluasi).
Perlu adanya langkah cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pelaku industri, seperti beban pajak yang tidak memberatkan, proses pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak “meja” (aturan berbelit), meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan usaha. Masalah tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat Indonesiaagar ikut andil dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing tinggi dan meningkatkan laju ekspor. Dalam bidang jasa, peran pemerintah sangat penting seperti program peningkatan kemampuan berbahasa asing agar tenaga kerja di Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja lokal di luar negeri.
Pengurusan sertifikasi pun jangan sampai memakan waktu lama (bebelit-belit). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri harus memaksimalkan kemampuannya dengan mengikuti berbagai seminar atau pelatihan keterampilan agar wawasan semaikn luas. Kita tidakingin tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri menyandang stigma negatif, dalam arti tidak mempunyai keahlian dan kecakapan dalam menghadapi arus globalisasi. Saat ini, kemampuan tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri masih di bawah Philipina. Sebagai contoh, kasus di Singapura yang memberikan gambaran bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Philipina yang bekerja di sektor informal lebihdihargai dibandingkan dengan TKW dari Indonesia. Penyebabnya adalah masalah kemampuan berbahasa Inggris para TKW yang kurang mahir. Perlu adanya kerja sama Pemerintah dan stakeholders lainnya secara konsisten dan berkesinambungan dalam mengatasi kualitas poduk kita agar bisa bersaing di kawasan ASEAN.
Kontribusi Pemerintah untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berkualitas di pasaran ASEAN sangatlah menentukan. Dalam perindustrian, masalah ketersediaan modal yang cukup bagi para pelaku usaha, teknologi informasi yang memadai, dantenaga kerja yang terampil di bidangnya serta diimbangi keahlian pengusaha, organisasi dan manajemen perusahaan, pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan memberikan andil yang besar dalam mencetak produk dalam negeri bermutu tinggi di pasaran ASEAN. Di sinilah kerja sama pemerintah danpengusaha sangat dibutuhkan untuk menciptakan hasil produksi perusuhaan yang bermutu.
Pemerintah hendaknya membantu menciptakan hubungan industrial yang kondusif. Terpenting adalah peranan untuk menekan biaya produksi dalam perusahaan, agar produk yang berkualitas kan tetap terjaga. Bahan baku murah dan mudah didapat, pajak yang tidak memberatkan pelaku usaha, dan peraturan perundang-undangan yang melindungi dunia usaha akan meningkatkan ekspor secara berkesinambungan. Perlu dipahami bahwa kapasitas daya saing pelaku usaha kita, seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih berada di urutan terbawah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Apalagi, jika dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam APEC. Perlu kerja ekstra dari berbagai kalangan dalam merespon hal tersebut.
Pemerintah pusat dan daerah hendaknya bersinergi secara harmonis dalam membuat berbagai kebijakan, agar pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana transportasi lainnya bisa dilakukan secepatnya. Bahkan pembangunan sarana transportasi ini mampu menjangkau sampai ke pedesaan, di mana terdapat UMKM atau home industry yang menciptakan ekonomi kreatif agar bisa membantu negara dalam meningkatkan laju ekspor. Akses infrastruktur benar-benar merupakan faktor penentu dalam memperlancar sirkulasi produk yang mempunyai daya saing tinggi. Apalagi, ketersediaan infrastruktur mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sudah saatnya kita mempersiapkan diri untuk menghadapai ASEAN Economic Community 2015 ini.

KESIMPULAN

            Sebagai bangsa yang besar, kita harus memiliki visi yang besar, khususnya dalam menyongsong seratus tahun Kemerdekaan Indonesia, yaitu Visi Indonesia 2045. Visi Indonesia tersebut adalah “Mewujudkan Negara Kesejahteraan, yaitu Indonesia yang Bersatu, Maju, Adil, dan Sejahtera.” Guna mewujudkan visi tersebut, diperlukan upaya nyata-nyata, untuk:
*      Membangun masyarakat dan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, dan berkepribadian tinggi berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
*      Mengembangkan masyarakat Indonesia yang berketahanan nasional, berbudaya demokrasi, menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme, memiliki wawasan kebangsaan, dan semangat kesetiakawanan sosial.
*      Membangun sistem politik nasional yang mencerdaskan, demokratis, stabil, efektif, didukung oleh birokrasi yang profesional, serta peningkatan kesadaran, ketaatan dan penegakan huku, serta pengingkatan kemajuan, perlindungan danpenghormatan hak-hak asasi manusia.
*      Membangusn sistem dan birokrasi penyelenggaraan negara, penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan berdasarkan prinsip good gorvernance, profesional, efisiensi, transparan, dan akuntabel, dengan harus melanjutkan reformasi birokrasi dan meningkatkan pemberntasan korupsi.
*      Membangun perekonomian nasional yang kokoh, tangguh, dan berbasis ilmu pengetahuan dan pembangunan inovasi, berdasarkan asas kekeluargaan dengan prisnsip kemandirian, efisiensi berkeadilan, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan dengan prioritas pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, industri, pertanian, kelautan, infrastruktur dan konektivitas, serta UMKM dan koperasi.
*      Membangun Indonesia dari desa, dengan secara berlipatganda, pembangunan di pedesaan dalam segala aspek dan bidang kehidupan terutama pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan UMKMK.
*      Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang didukung oleh pemerataan pembangunan antar-daerah dan antar-wilayah, serta pemertaan pendapatan dan hasil pembangunan di antara masyarakat.
*      Mengembangkan industri nasional yang berdaya saing tinggi yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan inovasi, terutama industri logam dasar dan permesinan, indusstri kimia, industri yang memanfaatkan bio-teknologi, industri pangan, industri transportasi, industri telekomunikasi, industri kelautan, industri energi (termasuk energi terbarukan), dan industri berbasisi sumber daya alam dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.
salam..!!!!