Our social:

Kamis, 29 Januari 2015

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN, PELUANG DAN TANTANGAN


                 Dalam KTT Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 yang diselenggarakan di Provinsi Bali tahun 2003, antar seluruh kepala negara anggota ASEAN telah menyepakati pembentukan komunitas ASEAN dengan dideklarasikannya Bali concord II dalam KTT ASEAN tersebut. Dengan adanya komunitas yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini, akan terjadi perdagangan barang, jasa, modal dan investasi yang bergerak bebas tanpa halangan secara geografis. Tanpa halangan secara geografis tersebut, diharapkan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini menjadi merata dan ASEAN akan menjadi kawasan ekonomi yang berdaya saing karena menjelma menjadi pasar tunggal dan kesatuan basis produksi sehingga ASEAN dapat meningkatkan kemampuan untuk berintegrasi dengan perekonomian dunia secara global.
Berlakunya MEA hanya tinggal hitungan hari diakhir tahun 2014 ini karena sejak awal tahun depan MEA akan segera berlaku. Kesiapan Indonesia sangat diperlukan menghadapi MEA bila tidak ingin Negara Indonesia akan menjadi pasar bagi negara ASEAN lainnya. Kesiapan Indonesia diperlukan tidak hanya pada proteksi produk dalam negeri namun juga pada sisi dunia ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, definisi ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Bekerja merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia meskipun selalu harus dihadapkan dengan kenyataan terbatasnya lapangan kerja di negara ini. Padahal bila mengkristalisasi tujuan kedua dari tujuan nasional dalam UUD NRI Tahun 1945, maka akan bisa dimaknai bahwa negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah jaminan sekaligus hak konstitusional setiap warga negara karena dengan bekerja akan dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Dengan diberlakukannya MEA, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN akan menjadi sebuah Negara besar. Penduduk di Negara ASEAN akan dapat secara bebas masuk dan keluar dari suatu Negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan berarti. Hal ini mengakibatkan penduduk di Negara-negara ASEAN dapat dengan mudah dan bebas memilih lokasi pekerjaan yang mereka inginkan. Menteri Perindustrian, Mohamad S. Hidayat mengatakan bahwa pelaku industri harus siap hadapi pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang sudah semakin dekat.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk paling banyak di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat mengakibatkan jumlah angkatan kerja juga terus meningkat setiap tahunnya di tengah kesempatan kerja yang terbatas karena pertumbuhan ekonomi belum mampu menyerap angkatan kerja tersebut masuk ke dalam pasar kerja. MEA yang akan dimulai awal tahun depan tersebut tentu akan memberikan dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia. Dampak positifnya dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Selain itu, penduduk Indonesia akan dapat mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan yang relatif akan lebih mudah dengan adanya MEA ini karena dengan terlambatnya perekonomian nasional saat ini dan didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per februari 2014 dibandingkan Februari 2013 hanya berkurang 50.000 orang.
 Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga tahun terakhir, per Februari 2013 pengangguran berkurang 440.000 orang, sementara pada Februari 2012 berkurang 510.000 orang, dan per Februari 2011 berkurang sebanyak 410.000 orang (Koran Sindo, Selasa, 6 Mei 2014). Dengan demikian, hadirnya MEA diharapkan akan mengurangi pengangguran karena akan membuka lapangan kerja baru dan menyerap angkatan kerja yang ada saat ini untuk masuk ke dalam pasar kerja.


Bagi Indonesia sendiri, MEA dapat menjadi peluang sekaligus tantangan. Hambatan perdagangan yang berkurang akan berdampak pada peningkatan ekspor. Pada akhirnya GDP Indonesia pun akan meningkat. Namun di sisi lain, Indonesia pun terancam akan menerima banyak aliran barang impor.
Hal ini dapat mengancam keberadaan industry lokal. Industri lokal akan dihadapkan pada persaingan dengan industri dari luar negeri yang memiliki produk yang lebih berkualitas.
Dari sisi investasi, MEA akan mendukung masuknya investor asing yang dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Namun, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk apabila Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan tindakan eksploitasi terhadap ketersediaan sumber daya alam.
Dari sisi tenaga kerja, pertumbuhan investasi juga akan berpotensi untuk menambah jumlah lapangan kerja di dalam negeri. Pencari kerja akan memiliki kesempatan yang lebih besar karena lapangan pekerjaan tersedia dengan berbagai kebutuhan keahlian yang beragam. Selain itu pencari kerja di Indonesia dapat mencari pekerjaan di luar negeri dengan aturan yang lebih mudah.
Namun hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia harus bersaing dengan penduduk dari Negara lain untuk mencari kerja di negaranya sendiri. Untuk itu, penduduk Indonesia harus bisa meningkatkan kualitas pendidikan dan produktivitasnya. Hal ini dikarenakan dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN.
Oleh karena itu, Indonesia harus jeli dalam menerapkan strategi untuk menghadapi MEA. Pemerintah harus bisa membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk mendorong keterlibatan masyarakat Indonesia dalam MEA. Jangan sampai nantinya Indonesia hanya menjadi pasar untuk industri-industri luar negeri, sedangkan industri lokal hanya bisa menjadi penonton dalam ajang tersebut.
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
1.        Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
2.        MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil;  terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
3.        MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.  
4.        MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.


Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN. 
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri. 
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.

DAMPAK NEGATIF DARI MEA

Dengan adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Saat MEA berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang telah disepakati untuk dibuka, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan (Media Indonesia, Kamis, 27 Maret 2014).
Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi MEA.Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetapmelihat peluang dan menghadapi tantangan bangsa Indonesia di era MEA nantinya, khususnya terhadap kesiapan tenaga kerja Indonesia sangat diperlukan langkah-langkah konkrit agar bisa bersaing menghadapi tenaga kerja asing tersebut. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian atau catatan bagi dunia ketenagakerjaan sebelum saatnya negara kita benar-benar akan memasuki MEA.
1.    Dari sisi peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Meskipun sumber hukum ketenagakerjaan di Indonesia terdapat ketentuan hukum yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan peraturan pokok yang berisi pengaturan secara menyeluruh dan komprehensif di bidang ketenagakerjaan. Hal inilah yang menjadi pegangan sebagai aturan main dunia ketenagakerjaan di Indonesia saat memasuki MEA. Namun, apakah Undang-Undang tersebut sudah melindungi pekerja terlebih saat akan memasuki MEA?

Dengan banyaknya perusahaan dan tenaga kerja asing yang akan masuk nanti, apakah Undang- Undang ini juga akan melindungi pekerja Indonesia? Sebagai contoh, dalam setiap orasi atau demo yang dilakukan oleh kalangan pekerja, penerapan sistem kontrak dan outsourcing yang didasari oleh Undang-Undang ini dianggap telah memperlemah posisi buruh karena tidak ada kepastian kerja, kepastian upah, bahkan kepastian tunjangan kesejahteraan lainnya sehingga pekerja/buruh meminta hal tersebut untuk dihapus. Bahkan pemerintah seringkali dituding telah banyak menghapus atau mengubah berbagai peraturan yang bersifat protektif demi masuknya investasi ke negara Indonesia.
2.    Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja Indonesia. Kompetisi SDM antarnegara ASEAN merupakan hal yang pasti terjadi saat terbukanya gerbang MEA nanti. Bila pekerja Indonesia tidak siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA akan menjadi momok bagi pekerja Indonesia karena akan kalah bersaing dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Bagaimana kesiapan SDM Indonesia menyambut MEA 2015 nanti? Berdasar data BPS, jumlah angkatan kerja Indonesia perFebruari 2014 telah mencapai 125,3 juta orang atau bertambah 1,7 juta dibanding Februari 2013. Namun, jumlah angkatan kerja masih didominasi oleh lulusan SD kebawah yakni 55,31 juta, disusul lulusan sekolah menengah pertama 21, 06 juta, sekolah menengah atas 18,91 juta, sekolah menengah kejuruan 10,91 juta, Diploma I/II/II 3,13 juta dan universitas hanya 8,85%.
Rendahnya kualitas pekerja Indonesia bila dilihat dari tingkat pendidikan formal ini jelas sangat mengkhawatirkan. Dengan sisa waktu yang sangat sempit ini, Pemerintah perlu mencari terobosan dan cara singkat untuk meningkatkan ketrampilan dan kompetensi kerja bagi SDM kita yang sesuai dengan kebutuhan pasar MEA nantinya dan bukan hanya terobosan yang sifatnya normatif melalui Peraturan perundang-undangan. Perlindungan melalui peraturan bukannya tidak penting, namun untuk saat ini diperlukan upaya riil karena kita berpacu dengan waktu yang sempit. Salah satu upayanya bisa dengan mengoptimalkan sarana prasarana yang ada baik dengan sering mengadakan workshop ataupun seminar bagi angkatan kerja baru maupun pelatihan peningkatan kualitas skill bagi angkatan kerja yang sudah ada. Sebagai perbandingan, di negara Vietnam mulai memberikan pelatihan bahasa Indonesia bagi setiap tenaga kerjanya menghadapi MEA. Dengan dimulainya MEA tentu akan ada masalah dalam komunikasi karena bahasa dari tiap-tiap negara berbeda. Pengenalan bahasa negara ASEAN lainnya atau minimal penguatan bahasa Internasional seperti bahasa Inggris kepada pekerja atau masyarakat kita bisa dijadikan terobosan sebagai upaya persiapan menghadapi MEA. Selain itu, di era digital seperti saat ini, kebutuhan akan penguasaan atas teknologi bagi tenaga kerja merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan bagi pekerja Indonesia untuk belajar memahami dan terus meng-update teknologi terkini yang mendukung setiap pekerjaannya. Hal ini jelas akan meningkatkan keahlian mereka sehingga akan meningkatkan daya saing mereka dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Meskipun saat ini telah ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing sebagai upaya bentuk perlindungan dan mengantisipasi globalisasi sektor jasa atau ketenagakerjaan ini, persiapan SDM Indonesia di berbagai hal seperti mempelajari bahasa asing untuk berkomunikasi dan mengenal teknologi ada nilai lebih yang terkini sangat penting dilakukan. Artinya, perlu ada nilai lebih yang dimiliki pekerja Indonesia untuk ditawarkan kepada pemberi pekerjaan agar dapat berhasil menghadapi MEA awal tahun depan tersebut.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.
3.    Dari penegak hukum khususnya pengawas ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan seharusnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa “Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan”.

Dalam menghadapi MEA, posisi pengawas ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat penting dalam hubungan industrial agar semakin kondusif dan sebagai pelindung bagi pekerja dalam menghadapi persaingan global ini. Upaya persiapan yang harus segera dibenahi adalah kualitas dan kuantitas tenaga pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut.

 TANTANGAN MELAWAN IMPERIALISME
Dari pemaparan di atas, sangat gamblang bahwa pasar bebas adalah strategi Barat untuk semakin memperkokoh penjajahan ekonominya di kawasan ASEAN. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan. Apalagi dengan menganggap bahwa MEA adalah suatu tantangan yang bermakna positif. Sebaliknya MEA harus dipandang dari kacamata ancaman, sehingga tidak ada jalan bagi bangsa Barat untuk menguasai kaum muslimin yang mayoritas tinggal di kawasan negara-negara berkembang.
Persatuan warga negara mutlak diperlukan untuk melawan hegemoni Barat ini. Tetapi harus dipahami bahwa persatuan ini bukanlah sekedar berkumpulnya individu untuk menentukan kesamaan sikap terhadap MEA. Sebab hegemoni Barat yang sudah sangat kuat ini tidak mungkin bisa dilawan dengan bersatunya kelompok-kelompok masyarakat, atau berkumpulnya individu-individu atau bahkan berkumpulnya para perempuan.
MEA adalah strategi dari suatu sistem. Maka yang mampu melawannya adalah kekuatan sistem pula, bukan kekuatan kelompok apalagi kekuatan individu. Karena itu menegakkan sebuah sistem yang akan menata perekonomian dunia dengan cara yang tepat adalah suatu keharusan. Dan hal ini hanya bisa dilakukan ketika ada sebuah institusi yang akan menerapkan sistem ekonomi tersebut.



0 komentar:

Posting Komentar