MASYARAKAT EKONOMI ASEAN, PELUANG DAN TANTANGAN
Dalam KTT Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 yang
diselenggarakan di Provinsi Bali tahun 2003, antar seluruh kepala negara
anggota ASEAN telah menyepakati pembentukan komunitas ASEAN dengan
dideklarasikannya Bali concord II dalam
KTT ASEAN tersebut. Dengan adanya komunitas yang dikenal dengan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) ini, akan terjadi perdagangan barang, jasa, modal dan
investasi yang bergerak bebas tanpa halangan secara geografis. Tanpa halangan
secara geografis tersebut, diharapkan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini
menjadi merata dan ASEAN akan menjadi kawasan ekonomi yang berdaya saing karena
menjelma menjadi pasar tunggal dan kesatuan basis produksi sehingga ASEAN dapat
meningkatkan kemampuan untuk berintegrasi dengan perekonomian dunia secara
global.
Berlakunya MEA hanya tinggal
hitungan hari diakhir tahun 2014 ini karena sejak awal tahun depan MEA akan
segera berlaku. Kesiapan Indonesia sangat diperlukan menghadapi MEA bila tidak
ingin Negara Indonesia akan menjadi pasar bagi negara ASEAN lainnya. Kesiapan
Indonesia diperlukan tidak hanya pada proteksi produk dalam negeri namun juga
pada sisi dunia ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013
tentang Ketenagakerjaan, definisi ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal
yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah
masa kerja. Bekerja merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya
sebagai manusia meskipun selalu harus dihadapkan dengan kenyataan terbatasnya
lapangan kerja di negara ini. Padahal bila mengkristalisasi tujuan kedua dari
tujuan nasional dalam UUD NRI Tahun 1945, maka akan bisa dimaknai bahwa negara
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak adalah jaminan sekaligus hak konstitusional setiap
warga negara karena dengan bekerja akan dapat meningkatkan kesejahteraan
seseorang. Dengan
diberlakukannya MEA, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN akan menjadi
sebuah Negara besar. Penduduk di Negara ASEAN akan dapat secara bebas masuk dan
keluar dari suatu Negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan berarti. Hal ini
mengakibatkan penduduk di Negara-negara ASEAN dapat dengan mudah dan bebas
memilih lokasi pekerjaan yang mereka inginkan. Menteri Perindustrian, Mohamad
S. Hidayat mengatakan bahwa pelaku industri harus siap hadapi pemberlakukan
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang sudah semakin dekat.
Indonesia merupakan negara dengan
jumlah penduduk paling banyak di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan penduduk
Indonesia yang terus meningkat mengakibatkan jumlah angkatan kerja juga terus
meningkat setiap tahunnya di tengah kesempatan kerja yang terbatas karena
pertumbuhan ekonomi belum mampu menyerap angkatan kerja tersebut masuk ke dalam
pasar kerja. MEA yang akan dimulai awal tahun depan tersebut tentu akan
memberikan dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia. Dampak positifnya
dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi baik dari luar
maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Selain itu,
penduduk Indonesia akan dapat mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan
aturan yang relatif akan lebih mudah dengan adanya MEA ini karena dengan
terlambatnya perekonomian nasional saat ini dan didasarkan pada data Badan
Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per februari 2014 dibandingkan
Februari 2013 hanya berkurang 50.000 orang.
Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga
tahun terakhir, per Februari 2013 pengangguran berkurang 440.000 orang,
sementara pada Februari 2012 berkurang 510.000 orang, dan per Februari 2011
berkurang sebanyak 410.000 orang (Koran Sindo, Selasa, 6 Mei 2014). Dengan
demikian, hadirnya MEA diharapkan akan mengurangi pengangguran karena akan
membuka lapangan kerja baru dan menyerap angkatan kerja yang ada saat ini untuk
masuk ke dalam pasar kerja.
Bagi Indonesia sendiri, MEA dapat menjadi peluang
sekaligus tantangan. Hambatan perdagangan yang berkurang akan berdampak pada
peningkatan ekspor. Pada akhirnya GDP Indonesia pun akan meningkat. Namun di
sisi lain, Indonesia pun terancam akan menerima banyak aliran barang impor.
Hal ini dapat mengancam keberadaan industry lokal.
Industri lokal akan dihadapkan pada persaingan dengan industri dari luar negeri
yang memiliki produk yang lebih berkualitas.
Dari sisi investasi, MEA akan mendukung masuknya
investor asing yang dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Namun, kondisi
tersebut dapat memunculkan exploitation risk apabila Indonesia masih memiliki
tingkat regulasi yang kurang mengikat. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan tindakan eksploitasi terhadap
ketersediaan sumber daya alam.
Dari sisi tenaga kerja, pertumbuhan investasi juga
akan berpotensi untuk menambah jumlah lapangan kerja di dalam negeri. Pencari
kerja akan memiliki kesempatan yang lebih besar karena lapangan pekerjaan
tersedia dengan berbagai kebutuhan keahlian yang beragam. Selain itu pencari
kerja di Indonesia dapat mencari pekerjaan di luar negeri dengan aturan yang
lebih mudah.
Namun hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi
Indonesia. Indonesia harus bersaing dengan penduduk dari Negara lain untuk
mencari kerja di negaranya sendiri. Untuk itu, penduduk Indonesia harus bisa
meningkatkan kualitas pendidikan dan produktivitasnya. Hal ini dikarenakan dari
sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga
kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi
industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat
keempat di ASEAN.
Oleh karena itu, Indonesia harus jeli dalam menerapkan
strategi untuk menghadapi MEA. Pemerintah harus bisa membuat
kebijakan-kebijakan strategis untuk mendorong keterlibatan masyarakat Indonesia
dalam MEA. Jangan sampai nantinya Indonesia hanya menjadi pasar untuk
industri-industri luar negeri, sedangkan industri lokal hanya bisa menjadi
penonton dalam ajang tersebut.
Terdapat
empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan
suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
1.
Negara-negara
di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan
basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan
membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan
skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di
kawasan Asia Tenggara.
2.
MEA akan
dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang
memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer
protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.
Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen;
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi
yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation,
dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
3.
MEA pun akan
dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata,
dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing
dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap
informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal
peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.
4.
MEA akan
diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan
membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara
anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan
Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan
teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga
tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun
juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Berdasarkan
ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk
memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan
perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA
dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan
menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan
eksportir dan importir non-ASEAN.
Bagi
Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan
perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut
akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP
Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa
permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk
komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik
(Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan
banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang
akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri
yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit
neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi
investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi
melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber
daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar
dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation
risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat
sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap
ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia
sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan
negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang
dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan
regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi
alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
DAMPAK
NEGATIF DARI MEA
Dengan adanya pasar barang dan
jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah
masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja
yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Saat MEA berlaku, di bidang
ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang telah disepakati untuk dibuka,
yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi
medis, dokter gigi, dan akuntan (Media Indonesia, Kamis, 27 Maret 2014).
Hal inilah yang akan menjadi
ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara
pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi
MEA.Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetapmelihat peluang dan
menghadapi tantangan bangsa Indonesia di era MEA nantinya, khususnya terhadap
kesiapan tenaga kerja Indonesia sangat diperlukan langkah-langkah konkrit agar
bisa bersaing menghadapi tenaga kerja asing tersebut. Ada beberapa hal yang
perlu menjadi perhatian atau catatan bagi dunia ketenagakerjaan sebelum saatnya
negara kita benar-benar akan memasuki MEA.
1. Dari sisi
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Meskipun sumber hukum
ketenagakerjaan di Indonesia terdapat ketentuan hukum yang tersebar di berbagai
peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan merupakan peraturan pokok yang berisi pengaturan secara
menyeluruh dan komprehensif di bidang ketenagakerjaan. Hal inilah yang menjadi
pegangan sebagai aturan main dunia ketenagakerjaan di Indonesia saat memasuki
MEA. Namun, apakah Undang-Undang tersebut sudah melindungi pekerja terlebih
saat akan memasuki MEA?
Dengan banyaknya perusahaan dan tenaga
kerja asing yang akan masuk nanti, apakah Undang- Undang ini juga akan
melindungi pekerja Indonesia? Sebagai contoh, dalam setiap orasi atau demo yang
dilakukan oleh kalangan pekerja, penerapan sistem kontrak dan outsourcing yang
didasari oleh Undang-Undang ini dianggap telah memperlemah posisi buruh karena
tidak ada kepastian kerja, kepastian upah, bahkan kepastian tunjangan
kesejahteraan lainnya sehingga pekerja/buruh meminta hal tersebut untuk
dihapus. Bahkan pemerintah seringkali dituding telah banyak menghapus atau
mengubah berbagai peraturan yang bersifat protektif demi masuknya investasi ke
negara Indonesia.
2.
Dari
sisi Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja Indonesia. Kompetisi SDM antarnegara
ASEAN merupakan hal yang pasti terjadi saat terbukanya gerbang MEA nanti. Bila
pekerja Indonesia tidak siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA akan
menjadi momok bagi pekerja Indonesia karena akan kalah bersaing dengan pekerja
dari negara ASEAN lainnya. Bagaimana kesiapan SDM Indonesia menyambut MEA 2015
nanti? Berdasar data BPS, jumlah angkatan kerja Indonesia perFebruari 2014
telah mencapai 125,3 juta orang atau bertambah 1,7 juta dibanding Februari
2013. Namun, jumlah angkatan kerja masih didominasi oleh lulusan SD kebawah
yakni 55,31 juta, disusul lulusan sekolah menengah pertama 21, 06 juta, sekolah
menengah atas 18,91 juta, sekolah menengah kejuruan 10,91 juta, Diploma I/II/II
3,13 juta dan universitas hanya 8,85%.
Rendahnya
kualitas pekerja Indonesia bila dilihat dari tingkat pendidikan formal ini
jelas sangat mengkhawatirkan. Dengan sisa waktu yang sangat sempit ini, Pemerintah
perlu mencari terobosan dan cara singkat untuk meningkatkan ketrampilan dan
kompetensi kerja bagi SDM kita yang sesuai dengan kebutuhan pasar MEA nantinya
dan bukan hanya terobosan yang sifatnya normatif melalui Peraturan
perundang-undangan. Perlindungan melalui peraturan bukannya tidak penting,
namun untuk saat ini diperlukan upaya riil karena kita berpacu dengan waktu
yang sempit. Salah satu upayanya bisa dengan mengoptimalkan sarana prasarana
yang ada baik dengan sering mengadakan workshop ataupun seminar bagi
angkatan kerja baru maupun pelatihan peningkatan kualitas skill bagi
angkatan kerja yang sudah ada. Sebagai perbandingan, di negara Vietnam mulai
memberikan pelatihan bahasa Indonesia bagi setiap tenaga kerjanya menghadapi
MEA. Dengan dimulainya MEA tentu akan ada masalah dalam komunikasi karena
bahasa dari tiap-tiap negara berbeda. Pengenalan bahasa negara ASEAN lainnya
atau minimal penguatan bahasa Internasional seperti bahasa Inggris kepada
pekerja atau masyarakat kita bisa dijadikan terobosan sebagai upaya persiapan
menghadapi MEA. Selain itu, di era digital seperti saat ini, kebutuhan akan
penguasaan atas teknologi bagi tenaga kerja merupakan keharusan yang tidak
dapat ditawar lagi karena perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Oleh
karena itu perlu adanya pelatihan bagi pekerja Indonesia untuk belajar memahami
dan terus meng-update teknologi terkini yang mendukung setiap
pekerjaannya. Hal ini jelas akan meningkatkan keahlian mereka sehingga akan
meningkatkan daya saing mereka dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya.
Meskipun saat ini telah ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki
Tenaga Kerja Asing sebagai upaya bentuk perlindungan dan mengantisipasi
globalisasi sektor jasa atau ketenagakerjaan ini, persiapan SDM Indonesia di
berbagai hal seperti mempelajari bahasa asing untuk berkomunikasi dan mengenal
teknologi ada nilai lebih yang terkini sangat penting dilakukan. Artinya, perlu
ada nilai lebih yang dimiliki pekerja Indonesia untuk ditawarkan kepada pemberi
pekerjaan agar dapat berhasil menghadapi MEA awal tahun depan tersebut.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang
sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan
kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu,
akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi
lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.
3.
Dari
penegak hukum khususnya pengawas ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan
seharusnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 134 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa “Dalam
mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha,
pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan”.
Dalam menghadapi MEA, posisi
pengawas ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat penting dalam hubungan
industrial agar semakin kondusif dan sebagai pelindung bagi pekerja dalam
menghadapi persaingan global ini. Upaya persiapan yang harus segera dibenahi
adalah kualitas dan kuantitas tenaga pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan
pengawasan terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan tersebut.
TANTANGAN MELAWAN IMPERIALISME
Dari pemaparan di atas, sangat gamblang bahwa pasar
bebas adalah strategi Barat untuk semakin memperkokoh penjajahan ekonominya di
kawasan ASEAN. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan. Apalagi dengan menganggap
bahwa MEA adalah suatu tantangan yang bermakna positif. Sebaliknya MEA harus
dipandang dari kacamata ancaman, sehingga tidak ada jalan bagi bangsa Barat
untuk menguasai kaum muslimin yang mayoritas tinggal di kawasan negara-negara
berkembang.
Persatuan warga negara mutlak diperlukan untuk
melawan hegemoni Barat ini. Tetapi harus dipahami bahwa persatuan ini bukanlah
sekedar berkumpulnya individu untuk menentukan kesamaan sikap terhadap MEA.
Sebab hegemoni Barat yang sudah sangat kuat ini tidak mungkin bisa dilawan
dengan bersatunya kelompok-kelompok masyarakat, atau berkumpulnya individu-individu
atau bahkan berkumpulnya para perempuan.
MEA adalah strategi dari suatu sistem. Maka yang
mampu melawannya adalah kekuatan sistem pula, bukan kekuatan kelompok apalagi
kekuatan individu. Karena itu menegakkan sebuah sistem yang akan menata
perekonomian dunia dengan cara yang tepat adalah suatu keharusan. Dan hal ini
hanya bisa dilakukan ketika ada sebuah institusi yang akan menerapkan sistem
ekonomi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar