Our social:

Kamis, 29 Januari 2015

KONFLIK KPK VS POLRI JANUARI 2015

Sepertinya suasana batin para pimpinan KPK dirundung rasa khawatir jadi target serangan. Untuk menumbuhkan keberanian, mereka ingin diberi hak imunitas alias kekebalan hukum. Sehingga, pimpinan KPK tak bisa dihukum. Usulan ini menuai reaksi. Banyak yang menolak. Kalau kebal muka sih, boleh. Tapi kebal hukum tidak boleh. Sebab, semua warga negara harus diperlakukan sama di hadapan hukum.

Adnan Pandu Praja menyatakan, KPK mengusulkan hak imunitas kepada presiden. Sudah diajukan, dan memohon dibuatkan Perppu. "Kalau ingin persoalan cepat selesai, SP3 (kasus) BW. Lalu keluarkan Perppu Imunitas," katanya, kemarin.

Pakar hukum Universitas Indonesia UIGanjar Laksmana tidak setuju. Pimpinan KPK sudah "diplonco" dan dikuliti rekam jejaknya oleh masyarakat dan DPR, jadi tidak diperlukan lagi hak imunitas. Kalau tak mau kena persoalan hukum, pimpinan KPK harus hati-hati dalam bersikap dan melangkah.

Dr Irman Putra Sidin dan Dr Margarito Kamis juga tidak setuju. Keduanya berpendapat, pemberian hak itu sangat membahayakan.

"Bagaimana kalau suatu waktu KPK melakukan kesewenang-wenangan. Sangat berbahaya," ujar Irman kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Margarito Kamis menyebut, pemberian hak imunitas adalah diskriminasi. Saat ini, KPK sudah memiliki hak luar biasa. Sebab, dalam memberantas korupsi, KPK boleh menyadap semua orang. Jika ditambah hak imunitas, kewenangan KPK bisa tidak terbatas. "Kehidupan demokrasi bisa jadi totaliter. Bagaimana kalau KPK digunakan pihak tertentu sebagai alat. Itu sangat bahaya," tandasnya.

Pakar hukum UI lainnya, Melli Darsa setuju pimpinan KPK diberi hak imunitas, tapi hanya selama menjabat. Jika ada kasus sebelum jadi pimpinan KPK, Melli Darsa berpendapat, tetap harus diproses hukum.

Pakar hukum Universitas Trisaksi Dr Yenti Garnasih, usulan hak imunitas lahir sejak ada pertemuan KPK-KPK dunia di Jakarta tahun 2012 dengan tema Jakarta Statement on Priciples for Anti-Corruption Agencies. Dia setuju hak ini diberikan ke KPK, agar bisa kerja lebih tenang.

"Itu adalah rekomendasi KPK dunia. Di beberapa negara sudah diberikan. Pak Jokowi harus memperhatikan. Kalau tidak, kita ditertawai orang," ucap Yenti kepada Rakyat Merdeka, kemarin. Tidak perlu khawatir dengan hak imunitas ini. Sebab, hanya diberikan saat menjabat. Setelah lengser, hak itu otomatis hilang. Namun, hak ini tidak berlaku untuk kasus yang ditengarai terjadi saat pimpinan KPK menjabat. "Dia justru harus langsung ditangkap dan dihukum lebih berat," jelas Yenti.

Prof Jimly Asshiddiqie juga setuju. Namun, harus melalui undang-undang, bukan Perppu. "Ini hal prinsip," ucapnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin. Dan aturannya dibuat tidak buru-buru. Harus dipikirkan matang dan dipertimbangkan dari berbagai segi. Hak imunitas baiknya diberikan kepada pimpinan KPK mendatang. Bukanyang sekarang. Sebab, peraturan undang-undang tidak bisa berlaku surut.

Pengamat hukum dari Universitas Udayana Bali, Jamaluddin Karim mengatakan, lebih baik Presiden mengeluarkan Perppu tentang pengisian jabatan pimpinan KPK yang kosong. Sebab, setelah Bambang Widjojanto jadi tersangka, sesuai UU KPK harus mundur. Apalagi, kalau kasus Adnan Pandu di Bareskrim juga diproses. Maka, akan ada kekosongan kursi pimpinan.

"Kalau kursi komisioner yang lowong itu tidak diisi, KPK bisa lumpuh. Karenanya, presiden terbitkan Perppu untuk mengisi komisioner KPK yang kosong," kata Jamaluddin Karim. Jika di persidangan, hasilnya pimpinan KPK yang berkasus itu tidak bersalah, maka posisinya dikembalikan.

DPR bereaksi keras menanggapi KPK yang minta hak imunitas. Ketua komisi III Aziz Syamsuddin menolak keras. "Hak itu tidak bisa diberikan sembarangan. Nanti latah. Presiden minta, menteri minta," kata Azis, kemarin.

Dia mengingatkan, semua tindakan pimpinan lembaga ada mekanisme dan aturan mainnya. Kalau BW, sapaan Bambang Widjojanto merasa penetapan status tersangkanya tak sesuai, silakan ajukan praperadilan.

Politisi PDIP Hendrawan Supratikno mengusulkan, Presiden segera kirim surat ke DPR agar pengganti Busyro Muqoddas di KPK segera ditetapkan. Kedua, Presiden mengeluarkan Perppu untuk mengisi Komisioner KPK yang lowong.

Dan ketiga, menghidupkan Forum Previligiatum yakni menyerahkan perkara-perkara yang menyangkut pejabat negara kepada MA supaya tidak terjadi saling sandera antarlembaga penegak hukum. Dia tak setuju dikeluarkan Perppu imunitas. "Nanti melahirkan malaikat-malaikat semu," kata Hendrawan. ***


Indonesia harus memiliki kepastian hukum, kepastian prosedur dan kepemimpinan yang tegas agar dunia tahu bahwa ada hukum dan ketertiban di negeri ini. 


Demikian dikatakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, dalam kicauan di twitternya @tifsembiring beberapa saat lalu.



"Negara ini harus ada kepastian hukum, prosedur jelas dan pemimpin tegas. Agar dunia tahu bahwa di republik ini ada hukum dan ketertiban," tulisnya.



Kuat dugaan pernyataan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika di era Presiden SBY ini terkait dengan kisruh antara Polri dan KPK. Karena setelah itu Tifatul menyatakan harus ada penjelasan pihak terkait atas pertanyaan publik tentang dugaan politik balas dendam antar dua lembaga.



"Pertanyaan publik: Adakah hubungan kasus BG (Budi Gunawan) dengan penangkapan BW (Bambang Widjojanto), adakah kaitan kasus BG dengan ungkapan Hasto (Plt Sekjen DPP PDI Perjuangan). Pihak-pihak terkait harus menjelaskannya," tambah Tifatul.



Seperti diketahui, penetapan BW sebagai tersangka kasus keterangan palsu di persidangan sengketa Pilkada oleh Bareskrim Polri dilakukan hampir bersamaan dengan penetapan tersangka calon Kapolri Budi Gunawan oleh KPK. Penangkapan BW dilakukan Bareskrim setelah sehari sebelumnya Plt Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menuding Ketua KPK Abraham Samad pernah melakukan lobi-lobi politik untuk menjadi calon wakil presiden bagi Joko Widodo pada Pilpres 2014.



Menutup twitt-nya, mantan Presiden PKS ini menekankan bahwa gerakan penyelamatan KPK harus didukung, tetapi tidak kalah penting adalah menyelamatkan bangsa Indonesia dari korupsi.



"Saya sangat setuju dengan #SaveKPK, setuju pemberantasan korupsi dilanjutkan. Dan perlu diingatkan yang lebih penting lagi #SAVEINDONESIA," tutup Tifatul.


Kembali, Wakil Ketua KPK dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Top of Form

Kali ini adalah Adnan Pandu Praja yang dilaporkan atas kasus penguasaan perusahaan secara ilegal.

Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu dituding telah menguasai sebagian saham PT Daisy Timber di Berau, Kalimantan Timur, dengan cara-cara yang tidak sah. PT Daisy Timber disebut-sebut milik petinggi PDI Perjuangan, Emir Moeis, yang sudah dipenjarakan KPK. 

"Kasusnya tahun 2006, Adnan Pandu Praja merampok saham perusahaan," ungkap kuasa hukum PT Daisy Timber, Mukhlis Ramlan, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (24/1).

Namun begitu, Muklis belum mau membeberkan lebih dalam soal kasus ini. Ia lebih dahulu meminta masukan kepada penyidik Bareskrim soal pasal apa yang pantas dalam kasus tersebut.

"Nanti ya. Saya masuk dulu bicara dengan penyidik," ujarnya.

Mukhlis melaporkan kejahatan serta tindakan kriminal yang dilakukan oleh Adnan Pandu Praja. Tuduhannya adalah atas perampokan perusahaan dan kepemilikan saham secara illegal serta data-data kejahatan lainnya. [ald]

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Fuad Basya, membenarkan bahwa TNI ikut mengamankan situasi di tengah ketegangan yang terjadi antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun ia tegaskan bahwa TNI tidak khusus mengamankan KPK. TNI hanya menjalankan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak terjadi gesekan antar lembaga negara.

"TNI bukan mengamankan KPK. Sesuai perintah Bapak Presiden, jangan sampai terjadi gesekan di antara dua institusi. Kalau institusi yang berpotensi gesekan adalah Polri dan KPK, maka TNI harus ada di tengah," terang Kapuspen kepada Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu (Sabtu, 24/1).

Kapuspen menerangkan bahwa pengamanan di gedung KPK yang dilakukan TNI kemarin adalah murni inisiatif Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. 

Panglima pun melakukan komunikasi dengan Kepala Polri dan KPK mengenai perkembangan situasi.

Soal kabar adanya telepon dari Ketua KPK, Abraham Samad, yang meminta pengamanan dari TNI, ia tak membantahnya. (baca: Amankan KPK, Samad Minta Bantuan TNI)

"Sebenarnya diminta atau tidak diminta pun Panglima sudah arif bertindak supaya tidak ada gesekan. Ada kewajiban TNI menegakkan kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Kalau Polri dan KPK bergesekan, yang jelek nama negara kita," ujar Kapuspen. 

Kapuspen menjelaskan, satuan TNI yang diturunkan ke sekitar Gedung KPK kawasan Kuningan, Jakarta, adalah unit khusus intelijen Sandhi Yudha. Namun pengamanan yang dilakukan tidak secara langsung.

"Tidak secara langsung, memantau saja. Sampai sekarang masih dilakukan. Satuan intelijen Sandi Yudha. Kami juga tidak mau ada emosi dari dari anak-anak kita, jadi ini yang kita lakukan," ungkapnya. [ald]

Polri menyayangkan pemberitaan media massa yang terlalu condong memihak KPK dalam kasus penyidikan Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka kasus keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat.

Polri menekankan penyidikan yang dilakukannya bukan balas dendam menyusul penetapan tersangka atas calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK. 

"Seolah sudah menghakimi ada yang diinginkan Polri karena ada kasus yang ditangani KPK. Kami tidak ingin kasus ini untuk bargaining (daya tawar). Kami hanya ingin tunjukkan kinerja kami kepada masyarakat yang melaporkan sebuah pelanggaran hukum," lontar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Ronny Franky Sompie, dalam diskusi "Drama KPK-Polri" di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/1),.

Dia menerangkan lagi secara garis besar kasus yang menimpa BW. Wakil Ketua KPK itu diduga terlibat dalam upaya mempengaruhi para saksi yang memberikan kesaksian di sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi.
Polisi mempunyai bukti-bukti menguatkan. Bukti menguatkan itu antara lain, kesaksian yang sudah didokumentasikan. Para saksi yang memberi keterangan palsu itu meminta maaf kepada yang dirugikan, dalam hal ini politisi PDIP Sugianto Sabran yang adalah calon Bupati yang dimenangkan KPUD tetapi kemudian dikalahkan MK. 

"Itulah yang memperekuat penyidik melanjutkan laporan itu. Ini bukan upaya rekayasa. Kalau waktunya bersamaan dengan kasus lain yang menyita perhatian publik, apakah dilarang?" tegasnya.

Ronny Sompie meminta publik melihat bukti proporsionalitas dan akuntabilitas kinerja Polri dalam persidangan di pengadilan. 

"Media selalu menenpatkan Polri di pihak negatif dan membuat masyarakat tak berdaya. Kenapa tidak kita buktikan saja di pengadilan?" tantangnya. 

"Memperkuat KPK jangan memperlemah Polri. Kasus yang ditangani KPK pun kasus-kasus yang lama," tambahnya. [ald]

Dugaan pelanggaran etika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, seperti diutarakan Plt Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebaiknya jangan dilupakan.

Pembentukan Komite Etik untuk memeriksa pelanggaran etika  Samad harus segera dibentuk guna menjaga kredibilitas lembaga anti korupsi itu.

"Harus segera dibentuk Komite Etik untuk memverifikasi pernyataan Politisi PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Kalau dibiarkan mengambang, kredibilitas KPK dipertaruhkan," ujar ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, di Jakarta, Senin (26/1).

Kata Margarito, Komite Etik dapat ditugaskan untuk menyelidiki serangkaian pertemuan yang dilakukan Abraham Samad dengan elite-elite politik di masa jelang Pilpres 2014, agar semua terang benderang.  

"Absolut harus dibentuk. Karena keberhasilan kinerja KPK ditentukan oleh komisioner. Samad harus diberi kesempatan  untuk memberikan keterangan secara jernih kepada masyarakat.  Rakyat ingin bukti bahwa KPK hebat," tutur Margarito.

Kamis pekan lalu, Plt Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengungkap adanya serangkaian pertemuan dengan Abraham Samad dalam rangka penjaringan bakal calon Wakil Presiden untuk Joko Widodo (Jokowi) pada 2014 silam. 

Kisah manuver Samad ini menjadi menarik karena disinyalir sebagai salah satu latar belakang KPK menetapkan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka gratifikasi. Menurut Hasto, Samad mencurigai Budi Gunawan sebagai biang kerok dirinya gagal menjadi calon Wakil Presiden.  [ald]

Pernyataan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno bahwa yang mendukung KPK adalah 'rakyat tidak jelas' berbuntut panjang.

Politikus Nasdem itu dilaporkan Forum Warga Kota (FAKTA) ke Mabes Polri dengan nomor LP/94/1/2015/BARESKRIM.

Ketua FAKTA, Azas Tigor Nainggolan, menegaskan, Tedjo telah menghina masyarakat.  Tedjo Edhy dijerat pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan.

"Meski Tedjo sudah mengklarifikasi, namun hal tersebut tidak diiringi kata maaf. Sehingga perlu gugatan pidana," tegas Azas Tigor (Senin, 26/1).

Tigor mengatakan, pihaknya telah membawa alat bukti berupa pernyataan Tedjo di berbagai media. Juga bukti foto Azas Tigor berada di Gedung KPK pada hari Jumat (23/1) kemarin



0 komentar:

Posting Komentar